Jumat, 27 September 2019

Maemunah Part - 7

Sambil duduk, Beni merasa tidak terkejut melihat nenek menerjang dengan pisau di tangan. Dengan tenang, Beni berdiri, tangan kanannya mendorong lengan kanan nenek ke arah kiri Beni membuat nenek kehilangan keseimbangan. Setelah tangan kanan Beni mendorong ke arah kirinya, dengan telapak luar tangan kanan, Beni menampar nenek hingga nenek tersungkur kemudian jatuh terduduk ke lantai.

Beni lantas bergerak mengambil pisau yang terlepas dari tangan nenek. Nenek ketakutan melihat cucunya menimang – nimang pisau.

“Beni gak suka pakai pisau. Rasanya kurang greget.”

Pisau di tangan lantas ditaruh di meja. Beni beranjak mendekati nenek hingga berdiri di belakangnya. Tangan kanan Beni memegang rambut nenek, sedang tangan kiri Beni memegang dagu nenek.

Nenek gemetaran menyadari posisinya serta posisi tangan cucu yang bisa berakibat fatal.

“Seindah – indah cerita menggiurkan dan menjanjikan tentang nirwana, apa nenek yakin sudah mau ke sana? Ataukah nenek masih ingin mengembara di bumi yang berdebu dan berlumpur, yang betapa pun lebih nenek akrabi daripada cahaya surgawi yang belum menyentuh nenek?”
“Ampun nak, jangan bunuh nenek!”
“Kenapa?”
“Nenek... nenek akan lakuin apa aja asal nenek dibiarkan hidup.”
“Apa aja?”
“Iya, kamu mau uang, atau mau perlakuin nenek kayak apa aja asal...”

Kata – kata nenek terputus, diganti oleh isakannya yang makin terdengar.

“Sudah Beni katakan, uang bukanlah tujuan Beni. Kalau benar kata – kata nenek, sekarang bersihin ini, lanjutin buat sarapan!”

***

Puas sarapan, Beni memegang rambut nenek lantas menariknya. Otomatis nenek melangkah mengikuti hingga ke kamarnya.

“Nungging di tengah kasur, ayo cepat naik!”

Setelah nenek tersedia di kasur, Beni kembali bersuara.

“Sekarang tinggal pilih, mau berontak hingga anus robek, atau mencoba santai biar bisa mudah masuk!”
“Jangan nak, ampun!”
“Diam, jangan melawan! Baru aja nenek bilang mau diperlakuin kayak apa aja. Sekarang malah bilang jangan.”

Beni meludahi anus nenek beberapa kali, lantas menekan kontolnya. Masih susah, terus Beni ludahi hingga akhirnya sedikit – sedikit kontol Beni mulai masuk ke anus nenek. Mulut nenek kembang kempis seolah meniup dan menyedot angin dingin yang meniup mencekam, terasa oh nyeri. Perlahan tapi pasti, kontol Beni sepenuhnya hilang ditelan anus nenek. Beni diamkan agar terbiasa.

Setelah dirasa cukup, Beni mulai menggerakan kontol di anus nenek. Beni sungguh menikmati perasaan yang timbul akibat mendominasi perempuan tua ini.

“Mainin itil nenek pake tangan, terus bilang kalau udah mau keluar.”

Beni mulai merasakan pergerakan tangan dan pinggul nenek hingga mulut nenek mulai mengeluarkan erangan – erangan.

“Oh, nenek mau keluar. Nenek mau keluar.”

Beni mendiamkan kontol, lantas menampar pantat nenek hingga nenek berteriak.

“Oh, gak adil kamu.”
“Nenek keluar bareng sama Beni. Bukan sebelum atau sesudahnya. Udah, lanjutin tangannya. Ntar Beni kasih tahu kalau mau keluar.”

Nenek kembali memainkan tangan. Tusukan kontol Beni mulai cepat. Hingga saat Beni mulai merasakan orgasmenya mendekat. Tak ingin menahannya, Beni semprotkan peju di anus nenek. Mengetahui cucunya keluar, nenek pun langsung tak menahan lagi orgasmenya hingga ikut orgasme berbarengan. Setelah pejunya muncrat, Beni diamkan kontol di anus nenek sejenak hingga akhirnya keluar sendiri. Beni lantas berbaring di samping nenek. Nenek lantas menyandar ke tangannya dan melihat cucunya.

“Tuan, rasa – rasanya nenek udah capek. Hari ini udah cukup atau masih ada lagi?”
“Ya udah istirahat aja dulu. Lagian Beni juga mau keluar dulu. Tapi, biar nenek gak bosen, Beni siapin sesuatu.”

Nenek kembali diikat tangan dan kaki ke ranjang, hingga menyerupai huruf X. Beni lantas bangkit dan membawa sesuatu dari tasnya. Sesuatu itu lantas ditunjukan ke nenek.

“Nenek tahu gak ini apa?”
“Itu, itu vibrator.”
“Bagus. Sambil nunggu, nenek senang – senang aja dulu.”

Beni lantas memasukan vibrator ke memek nenek. Bagian kecil yang menempel diposisikan hingga menyentuh itil nenek. Vibrator itu lantas dinyalakan. Nenek mengerang menahan geli.

“Biar makin greget, Beni pasang ini juga.”

Beni lantas menutup telinga nenek dengan sumbat telinga. Mata nenek juga ditutupi dengan penutup mata. Karena indra pendengaran dan penglihatannya ditutup, maka indra nenek yang lainnya makin peka membuat efek vibrator lebih greget lagi.

Melihat hasil karyanya, Beni merasa puas. Lantas Beni pergi.

Continue...

Maemunah Part - 6

Hari demi hari telah terlewati. Munah mulai terbiasa dengan perlakuan yang diterima dari anaknya. Mulai dari mengurus libidonya, makan dari makanan yang dikasihkan anaknya, hingga makan makanan anjing.

Tahun baru tiba, enam bulan lagi Beni ujian.

"Kamu mau nerusin ke sma mana nak?"
"Gak tahu mah, Beni juga bingung."
"Kok bingung. Kan kamu yang mau sekolahnya."
"Kondisi keuangan kita sebenarnya gimana sih mah?"
"Yakin kamu mau ngomongin ini?"
"Iya dong, biar bagaimana pun kan Beni tetep sekolah, sementara mama gak kerja."
"Mama juga usaha kok. Meski kecil – kecilan?"
"Usaha apa, kok Beni gak tahu?"
"Nitipin uang."
"Nitipin uang gimana?"
"Suatu saat, temen mama curhat lagi kesusahan. Katanya suaminya belum dapat penjualan, sedang anaknya mesti bayar spp. Nah, mama tawarin buat titipin uang mama ke dia, biar dia balikin tiap hari. Ntar kalau ada rezeki lebih, siapa tahu mama dapat bagian."
"Itu sih sama aja kayak kosipa."
"Kamu tau kosipa juga?"
"Iya dong. Temen juga ada yang cerita kalau orang tuanya pinjem uang ke kosipa.
"Trus gimana hasilnya mah?"
"Ya lumayanlah buat nyambung hidup."
"Resikonya gimana?"
"Resikonya yang tetap ada. Tapi mama bisa mengaturnya."
"Ngaturnya gimana?"
"Ya awalnya tiap orang mama titipin sedikit dulu. Seratus dua ratus. Kalau abis, mama naikin lagi seratus dua ratus."
"Sekarang kalau ada yang gak bayar gimana?"
"Ya mama gak bisa ngapa – ngapain. Dibiarian aja, kalau dia butuh lagi, mama suruh lunasin dulu yang kemarin. Baru mama kasih titipan lagi."
"Rugi dong mah?"
"Kalau dilihat dari sisi itu sih rugi. Tapi kalau mama pake cara kekerasan, ntar takutnya yang lain jadi pada beralih."
"Mama nih, kalau soal duit pinter aja. Tapi kok Beni gak pernah liat ada tamu sih mah?"
"Ya kan datangnya juga pas kamu lagi sekolah."
"Siapa aja sih yang minjem mah?"
"Temen ada, tetangga juga banyak."
"Kok tetangga juga banyak? Emang pada ngomongin utangnya ke mama ya?"
"Enggak dong. Mama gak pernah bilangin utang seseorang ke orang lain. Mama kan sering ngobrol sama tetangga. Kalau ada gelagat lagi kesusahan, mama deketin, main ke rumahnya. Ngobrol, eh tau – tau dia sendiri yang bilang butuh uang."
"Canggih bener."
"Kamu mau coba?"
"Coba apanya mah? Main ke tetangga?"
"Hahaha... ya enggak dong. Maksud mama minjemin uang."
"Kan udah sama mama."
"Ya kamu buat pelanggan baru. Temen sekolahmu misalnya."
"Wah, ide bagus mah."
"Kamu mulai aja dari yang sedikit. Ntar kalau lancar, naikin pinjemannya."
"Siap mah."

***

Begitulah kehidupan Beni kini. Selain menikmati hidup dengan dua peliharaan, dia juga mulai memainkan peran membantu sesama siswa di sekolahnya. Ternyata pelanggannya bervariasi. Laki, perempuan, murid pendiam, anak nakal. Tak pernah Beni beritahukan kepada pelanggannya kalau temannya yang lain pun meminjam uang padanya. Namun ada saja beberapa calon pelanggan yang tahu akan tindak – tanduk Beni, lantas mendekatinya untuk meminjam uang.

Di sisi lain, tingkah laku, pola pikir Munah mulai mendekati apa yang Beni inginkan. Tindak tanduk Munah sebagai peliharaannya juga makin lancar, meski saat anaknya tak ada, Munah kembali ke kehidupan manusia sewajarnya, sebagai seorang janda yang sering membantu sesama dengan meminjamkan uang.

Menjelang ebtanas, Munah jadi merasa terpinggirkan. Maklumlah, anaknya kini jadi rajin belajar meski tanpa Munah suruh. Mungkin dia ingin masuk sma favoritnya, pikir Munah. Munah ingin dimanja – manja, tapi anaknya cuek – cuek aja.

Detik – detik berganti dengan menit dan menit pun terus berganti. Hari – hari pun terus berganti. Kini saat Beni ujian untuk menentukan kelulusannya.

"Gimana ujiannya?"
"Lumayan pusing mah."
"Tapi udah selesai kan?"
"Iya dong. Sekarang waktunya nunggu mah."
"Sabar menanti."
"Si Oni mana mah?"
"Tuh di luar. Tapi mama perhatiin kok dia jadi beda ya?"
"Beda gimana?"
"Dia jadi suka makan rumput. Terus kontolnya digesek – gesekin ke tanah gitu."
"Terus?"
"Coba kamu bawa dia ke dokter."
"Iya deh mah."

***

Esoknya Beni membawa peliharaanya ke dokter hewan untuk diperiksa. Setelah menunggu beberapa saat, Oni pun masuk ditemani tuannya.

"Selamat siang, ada keluhan apa nih..."
"Ini dok, anjing saya ... ... ... ..."
"Oh begitu, coba saya cek dulu."

Sementara Oni diperiksa, Beni menunggu dengan sabar. Iseng, matanya memperhatikan sang dokter. Rambut pendek diponi, berkacamata. Wajahnya pun biasa, menurut Beni tidaklah cantik. Tubuh yang pendek membuat sang dokter terlihat gemuk berlebih.

Merasa diperhatikan, sang dokter tersenyum, meski matanya tetap fokus pada pasiennya.

Melihat dokter tersenyum, Beni seperti tersadar, lantas memperhatikan sekelilingnya. Meski tempat praktek dokter ini terletak di jalan yang agak ramai, namun ternyata tempatnya malah sepi. Hanya ada dokter dan penjaganya.

"Hm... Siapa namanya saya lupa?"
"Oh, Oni dok."
"Jadi begini. Oni terjangkit virus."
"Bisa disembuhkan gak dok?"
"Nah, biar kita langsung saja. Sekarang permasalahannya bukan pada disembuhkan atau tidak. Tapi pada sumbernya."
"Maksud dokter?"
"Adek beruntung bawa anjing adek ke sini. Karena ibu bisa jaga rahasia."
"Beruntung gimana nih?"
"Oni terjangkit virus akibat kawin."
"Kalau itu sih biasa dong dok."
"Sabar, maksud ibu, bukan kawin sembarang kawin. Tapi terjangkit virus akibat kawin dengan bukan anjing. Sampai sini, adek ngerti maksud ibu?"

Beni terkejut mendengar paparan dokter.

"Iya dok, saya paham. Terus gimana ini?"
"Saya jelaskan dulu biar gak ada salah paham diantara kita. Kalau adek berobat ke dokter lain, bisa jadi dokter itu bertanya dan memojokan. Atau malah lebih parah, tanpa bertanya langsung menghubungi polisi."
"Polisi dok? Kok sampai bawa – bawa polisi sih?"
"Karena, seperti yang ibu bilang, virus ini ada akibat anjing ini kawin dengan selain anjing. Atau katakanlah manusia."
"Oke dok, katakanlah si Oni ini kawin sama orang. Terus?"
"Fase awalnya, memang pertama anjing ini yang akan merasakan efeknya. Selang beberapa saat kemudian, si orang yang kawin dengan anjing ini bakal terinfeksi. Kalau tak diobati bisa bahaya. Bahkan bisa menjadi penyakit menular seksual.
"Terus, kalau secara kebetulan adek bawa orang tersebut ke dokter umum, bisa jadi pertanyaan, bisa jadi berabe lagi."
"Terus gimana dong dok solusinya?"
"Kalau anjing ini sekarang juga bisa ibu kasih vaksin. Dijamin asli vaksinnya. Tapi, orang yang berhubungan dengan anjing ini juga mesti divaksin. Kalau adek mau, ibu bisa sekalian beri vaksin orangnya."
"Terus, soal polisi tadi gimana?"
"Kalau orang tersebut berobat ke dokter lain, ada kemungkinan dokter tersebut melibatkan polisi. Tapi kalau berobat sama ibu, dijamin aman."
"Baiklah dok, kalau gitu akan saya bawa orangnya ke sini. Secepatnya."
"Bagus. Lebih cepat lebih baik."

***

"Gimana si Oni? Diobati belum?"
"Udah. Kalau soal si Oni sih gampang. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Jadi gini mah. Ternyata si Oni terjangkit virus akibat kawin sama mama."
"Hah? Terus gimana dong?"
"Ya mama juga mesti diobati. Biar gak menular."
"Ya udah, ntar mama ke dokter."
"Tunggu mah. Jangan sembarang ke dokter. Bisa celaka."
"Celaka gimana?"
"Kata dokter tadi, kalau mama sembarang ke dokter, ntar ada kemungkinan dokter tersebut laporin mama ke polisi. Karena si dokternya pasti tau kalau mama kena virus akibat kawin sama binatang."
"Terus gimana dong solusinya?"
"Mama tinggal datang aja ke dokter yang tadi."
"Masa mama ke diobati dokter hewan sih nak?"
"Daripada daripada mah. Mending cari aman saja."
"Terus, emang kalau sama dokter itu aman?"
"Iya, ntah kenapa perasaan Beni mengatakan kalau dokter itu bisa dipercaya."
"Ya udah. Terserah kamu aja deh."
"Kalau gitu, sekarang aja yuk mah. Mumpung matahari masih menyinari."

***

Munah dan anaknya tiba di tempat praktek dokter hewan tersebut. Sementara Munah duduk di ruang tunggu, Beni menghampiri pegawai jaga lantas bilang kalau dia kembali atas perintah dokter. Petugas jaga lapor ke dokter, lantas menyilakan Beni dan mamanya masuk.

"Sore dok. Ini saya bawa yang mau divaksin."
"Sore juga dek. Silakan duduk bu."
"Iya dok. Makasih."
"Jadi begini bu, tadi telah saya jelaskan panjang lebar ke adek ini perihal persoalannya. Apakah ibu sudah mendengar penjelasannya?"
"Iya dok sudah."
"Baiklah, biar saya tidak terlalu banyak membuang waktu ibu, silakan berbaring di sini."
"Di sini dok?"
"Iya."

Munah lantas berbaring di tempat yang biasa dipakai oleh binatang. Proses injeksi pun berlangsung dengan tidak terlalu cepat. Setelah selesai, mereka kembali duduk.

"Setelah ini, ibu dan peliharaan ibu jangan dulu bersenggama, kepada siapa pun. Setidaknya selama satu bulan."
"Baik dok."
"Baiklah. Ada lagi yang mau ibu dan atau adek tanyakan lagi?"
"Sementara ini tidak dok."
"Kalau nanti ada pertanyaan atau keluhan, datang saja langsung. Biar saya bilang ke penjaga agar memprioritaskan ibu dan atau adek kalau datang lagi."
"Iya dok. Makasih."

***

Munah pun pulang dengan hati girang. Atas anjuran sang dokter, ibu dan anak serta anjingnya tidak bersenggama selama sebulan.

Karena tiada aktifitas berarti selain menunggu hasil pelulusan, Beni mencoba berpikir kreatif. Sedari sore, beni mematikan lampu di kamarnya. Setelah itu, Beni meminta agar mamanya jangan mengganggunya dan atau memasuki kamarnya hingga hari yang belum ditentukan.

Munah merasa was – was dan terkejut akan permintaan anaknya. Namun Munah mencoba meyakinkan diri bahwa anaknya tahu apa yang akan diperbuatnya.

Malam hari pun tiba. Purnama mengambang di angkasa, bintang berkelipan dan juga awan. Rupanya Beni telah memperhitungkan segala. Di kamarnya, Beni melepas pakaian hingga telanjang. Beralaskan lantai yang dingin, Beni lantas duduk bersila. Tangannya diposisikan di depan perut. Matanya ditutup. Lantas Beni mencoba melakukan tapa brata.

Semalam suntuk Beni tetap diam dalam posisi tersebut, hingga akhirnya Beni tersadarkan oleh suara ayam berkokok. Beni membuka mata lantas menyadari adanya suatu keanehan. Selama ini, meski kadang Beni begadang hingga tidak tidur, belum pernah Beni dengar suara ayam berkokok. Namun kali ini, entah kenapa Beni malah mendengarnya.

Setelah memikirkan perkara ayam, mendadak Beni mendapat ide. Setelah berpikir sebentar, Beni lantas mandi membuat kopi.

Munah yang sedang beres – beres terkejut mendapati anaknya telah bangun sepagi ini dan membuatkannya segelas susu untuk perawatan tulang. Paginya, Beni lantas pergi ke tukang las. Beni memesan cap untuk kuda. Cap tersebut berupa tulisan tiga baris. Baris pertama kata – katanya adalah "Anjing." Baris kedua kata – katanya adalah "Peliharaan." Baris ketiga kata – katanya adalah "Beni."

Rupanya tukang las tersebut sering mendapat pesanan serupa, sehingga Beni tak kesulitan menjelaskan pesanannya.

Selesai dari tukang las, Beni mendatangi tempat praktek dokter hewan. Daftar lantas menunggu. Rupanya Bu Dokter sedang memeriksa pasien. Setelah beberapa saat, Beni pun masuk.

"Wah, kebetulan nih. Silakan duduk."
"Makasi dok."
"Ada keluhan apa sekarang?"
"Gini dok. Saya kan bikin cap dari besi. Rencananya cap itu mau saya panaskan hingga membara, terus saya tempelkan ke wanita yang kemarin."
"Gila. Liar, tapi Ibu suka dengan ide dan keterusteranganmu. Lanjutkan."
"Nah, pertanyaan saya, setelah cap itu saya tempelkan, untuk luka bakarnya saya mesti gimana?"
"Oh, untuk itu. Itu masuknya luka bakar tingkat satu. Nih saya kasih resep salep dan cairannya, biar kamu tebus nanti di apotek. Cara pakainya, setelah besi panas tersebut dilepas, biarkan dulu sepuluh detik. Setelah sepuluh detik, seprot dengan cairan ini. Setelah kering, olesi salepnya."
"Masa penyembuhannya kira – kira berapa lama dok?"
"Kira – kira dua minggu dek. Oh ya, kalau boleh ibu tanya, wanita kemarin itu, siapanya adek ya?"
"Oh, itu ibu saya dok."
"Siapa? Gak salah?"
"Iya dok. Ibu saya."
"Gila. Benar – benar luar dari pada biasa."
"Hehe..."
"Tenang, tidak perlu khawatir. Ibu tidak akan buka mulut kok."
"Iya dok makasih."
"Jadi pingin main nih kapan – kapan ke rumah adek."
"Ide bagus tuh dok. Biar saya ada teman medis. Ditunggu dok kunjungannya."

***

Setelah Beni dan dokter bertukar kontak serta alamat, Beni pun pergi ke apotek untuk membeli obat luka yang diresepkan. Esoknya, Beni mengambil cap pesanan di tukang las.

"Mah, sini dong."
"Ke mana?"

Siangnya, Munah merangkak ke belakang rumahnya, mengikuti anaknya, tentu dengan telanjang.

"Telungkup mah?"
"Kamu tuh ada – ada aja. Emang mau ngapain lagi?"
"Ada deh, kejutan buat mama. Hehehe."

Setelah Munah telungkup, kaki dan tangannya diikat hingga tubuh Munah telungkup seperti membentuk huruf X. Setelah ikatannya dirasa kuat, mata Munah ditutupi kain hitam. Mulutnya pun disumpal cd Beni.

"Hmm... mmm..."
"Diam sebentar mah. Jangan banyak gerak."

Beni lantas memanaskan besi cap di kompor gas. Sambil nunggu, Beni menyiapkan lantas menaruh cairan obat di dekat tubuh mamanya. Setelah melihat besi cap menyala, Beni mengambilnya lantas ke belakang rumahnya. Besi cap tersebut Beni tancapkan di pantat kanan mamanya.

Munah merasakan pantatnya seperti ditempeli es, dingin. Namun rasa dingin tersebut hanya bertahan secuil. Kini, rasa dingin tersebut berubah menjadi rasa panas seperti terbakar. Otomatis Munah menggerakan tubuh sambil mencoba berteriak. Namun, teriakan Munah tertahan oleh cd anaknya yang tertanam di mulutnya.

Setelah itu, Munah merasakan pantat kanannya disiram cairan. Rasanya perih hingga Munah pun tak sadarkan diri.

***

Beni panik melihat mamanya pingsan. Beni lantas menghubungi dokter menanyakan hal ini. Dokter mengatakan kalau itu wajar dan biarkan saja karena nanti juga sadar sendiri.

Setelah telepon ditutup, Beni merasa lega. Beni buka ikatan di tangan dan kaki mamanya. Beni juga buka penutup mata dan sumpal di mulut mamanya.

***

Munah tersadar dengan rasa perih tiada terkira di pantat kanannya.

"Baru bangun ya mah?"

Munah melihat anaknya sedang duduk di kursi di dekatnya. Terlihat kopi di sebelah kursinya.

"Kamu ngapain mama sih?"
"Tenang mah, cuma Beni kasih tanda."
"Tanda, tanda apaan?"

Munah berdiri, lantas memiringkan kepala mencoba melihat pantat kanannya. Namun usahanya tak begitu sukses, Munah tak bisa melihat secara jelas.

"Nih mah kalau pingin lebih jelas."

Munah mengambil hp anaknya. Di layar terpampang jelas pantatnya yang kini bertuliskan "Anjing Peliharaan Beni," dalam tiga baris.

"Gila kamu. Bener – bener gila. Panas tahu."
"Iya Beni tahu. Tapi tenang saja, Beni udah nanya ke dokter kok. Aman, apalagi Beni juga udah beli obatnya. Kata dokter, tinggal oles aja pagi dan sore selama dua minggu. Dijamin cepet kering."
"Terus mama mesti gimana nih?"
"Ya sementara ini mama tidurnya telungkup aja dulu. Biar gan konveksi, mama tidur di kasur aja dulu."
"Gak di kandang lagi?"
"Iya."
"Salah kamu."
"Salah apanya?"
"Yang benar tuh infeksi, bukannya konveksi."
"Eh iya, itu maksud Beni."

***

Begitulah kehidupan Maemunah selama beberapa hari kemudian. Jarang duduk. Apabila capek, telungkup di kasur. Apabila bersosialisasi dan atau menerima tamu yang akan menyerahkan sedikit rupiah, diterimanya dengan berdiri. Apabila ada yang bertanya kenapa, dijawabnya menderita bisul di pantat.

Beberapa hari kemudian, ternyata sang dokter datang berkunjung. Munah kaget karena anaknya tidak bicara dulu sebelumnya. Namun, meski begitu, sang dokter diterima dengan tangan terbuka. Bahkan si Oni pun ikut menyambut dengan cara mendekati dan mengendus – endus selangkangan sang dokter.

Sang dokter hanya tertawa melihat ibu dan anak yang keheranan akan aksi anjingnya.

"Hehehe... terkadang hewan lebih pintar daripada manusia. Anjing bisa membedakan mana betina yang bisa dikawininya."
"Apa? Jadi maksud dokter?"
"Iya. Hehehe."
"Terus, gak takut penyakitnya dok?"
"Ya tidak dong. Tentu sudah divaksin duluan."
"O ya mah, kalau di hadapan bu dokter, sebaiknya mama gak usah malu lagi."
"Malu gimana maksudmu nak?"
"Telanjang aja."
"Hah!"

Munah terkejut mendengar perkataan anaknya. Dokter terkejut lantas tertawa tersipu mendengar perkataan Beni.

"Betul kata Beni, Ibu tak perlu malu. Atau gini saja, biar kita sama, saya dulu deh yang buka baju."

Kini giliran Beni yang terkejut mendengar kata – kata bu dokter. Apalagi selesai berkata, bu Dokter melepas pakaian lantas menaruhnya di sofa. Munah pun mengikut langkah dokter.

Beni hanya melongo melihat tubuh dokter yang pendek namun berisi. Dokter hanya tersipu, matanya segera menatap mempertahikan tulisan di pantat kanan Munah. Munah menyadari tatapan dokter.

"Ini dok, ada – ada aja kelakuan anak saya ini. Memang nakal."
"Gak apa – apa bu. Namanya juga darah muda, darahnya para remaja. Yang selalu merasa gagah, tak pernah mau mengalah."

Mendengar pembicaraan mengenai dirinya, Beni hanya bisa duduk sambil menggaruk kepalanya yang bahkan tidak gatal sama sekali.

"Kalau boleh, saya ingin melihat dari dekat tulisannya Bu."
"Lihat aja dok, gak usah sungkan. O ya mah, turuti aja semua kata Bu Dokter, jangan membantah."
"Kamu ini. Terserah kamu deh."
"Wah, bener nih bu?"
"Iya dok. Jangan sungkan."
"Makasih Bu. Kalau gitu, coba sekarang ibu nungging dihadapan saya."

Munah lantas nungging, pantatnya berada di hadapan dokter yang sedang duduk. Mata dokter kini melihat dengan seksama tulisan yang ada di pantat kanan Munah.

"Kalau saya sentuh boleh tidak?"
"Boleh dok. Dokter apa – apain juga boleh kok. Iya kan mah?"
"Iya aja deh."

Munah terkejut merasakan pahanya dielus – elus. Apalagi Munah belum pernah dijamah oleh sesama wanita. Beni diam saja karena penasaran akan aksi yang dilakukan dokter.

Tangan dokter terus beraksi hingga kini jemarinya menyentuh memek Munah. Munah mulai merasakan gairahnya naik. Apalagi saat jemari dokter bermain – main di klitorisnya. Tangan dokter mulai merasakan bahasa tubuh Munah yang menandakan kalau Munah akan segera orgasme. Kini, tangan kiri dokter bermain di itil Munah, sedang tangan kanannya diangkat tinggi di udara. Saat dokter merasakan Munah akan segera orgasme, tangan kirinya dicabut lantas tangan kanannya menampar pantat kiri Munah.

Sesaat, hanya sesaat, Munah merasa kecewa saat tangan yang bermain di itilnya tiba – tiba ditarik. Namun saat pantatnya ditampar, meledaklah orgasme Munah hingga tubuhnya bergetar dan kejang.

"Wah nak, ibu gak nyangka, ternyata peliharaan kamu benar – benar binal."

Beni terkejut mendengar kata – kata dokter, namun lantas tersenyum.

"Iya dong dok. Kalau gak gini sih mana mau saya pelihara. Ngabisin duit itu namanya."

Mendengar dirinya dipercakapkan sedemikian rupa, membuat Munah malu. Namun di sisi lain, ada kenikmatan tersendiri yang Munah rasakan, saat dirinya dihina dan atau dipermalukan. Karena lemas, Munah putuskan untuk telungkup ditempat, dihadapan dokter yang sedang duduk manis di sofa.

"Ngomong – ngomong soal duit, ibu mau ngajak bisnis sama kamu."
"Bisnis apaan dok?"
"Ibu lihat, rumah kamu cukup besar. Apalagi ditambah pekaranganmu. Kalau mau, kita bisnis penitipan anjing."
"Penitipan gimana?"
"Kadang suka ada yang titipin anjing ke saya. Kalau kita kerjasama, ntar anjingnya saya bawa ke sini, sebagai tempat hiburannya."
"Trus, ngehiburnya bagaimana? Saya kan gak punya fasilitasnya?"
"Ya pake ini," kaki dokter menyentuh pantat Munah. "Jadi adek bisa berdayakan peliharaannya."
"Wah, ide bagus tuh dok. Oke deh, saya setuju. Tapi kan, katanya gak boleh kawin dulu nih."
"Ya, sementara ini sambil menunggu waktu, bisa kita buat sarana penunjangnya."
"Misalnya apa dok?"
"Kita buat kandang tambahan aja. Memang sih halaman rumah adek gak memungkinkan untuk membuat banyak kandang. Tapi tetap, lumayan daripada lumanyun."

Kesadaran Munah kembali pulih, namun Munah putuskan untuk tetap berbaring diam sambil mendengarkan. Saat percakapan tiba ke soal lahan, Munah menjadi ingat sesuatu. Yaitu sesuatu yang ada di hati.

"Butuh lahan dok? Saya ada sebidang tanah, cuma daerahnya agak terpencil."
"Seberapa luas?"
"Dua hektar. Namun ya, bukan berupa lapang. Banyak pohon dan tetumbuhan lainnya."
"Cucok. Kalau peliharaan adek ini punya uang untuk sedikit membangun kandang, mungkin bisnis kita bisa berkembang lebih cepat."
"Buat kandangnya berjajar dulu beberapa petak. Dibenteng sekelilingnya setinggi mungkin."
"Apa gak ribet dok? Lagian kan lahannya juga agak jauh."
"Kalau itu sih, gini aja. Sekalian aja bangun gubuk, atau bangunan semi permanen. Siapa tahu nanti bisa tinggal di sana."

***

Setelah mereka membicarakan bisnis, dokter pamit. Tentu Munah dan anaknya terkejut karena mereka ingin menjamu dokter dulu. Namun apa lacur, jadwal dokter termasuk padat. Dilepaslah kepergian dokter dengan harapan agar kembali lagi.

Hari – hari berlalu hingga kini Munah pun bisa duduk lagi dengan santai. Tiba – tiba Munah mendapat telepon dari ibunya.

"Anter mama yuk."
"Ke mana?"
"Bawa meja peninggalan kakekmu. Kata nenek buat mama."
"Terus mau ditaruh di mana mejanya?"
"Itulah. Mama juga bingung memikirkannya."
"Daripada bingung, mending buat di kamar Beni aja. Sekalian mengganti meja komputer."
"Iya deh."

***

Ibu dan anak itu lantas mengambil meja dari sang nenek. Ditaruhlah meja tersebut di kamar Beni, menggantikan meja komputer yang lama. Beni tampak puas melihat meja antik dengan sedikit hiasan hingga terkesan kuno tersebut. Namun saat Beni melihat suatu sudut, terdapat keanehan. Beni mencoba membukanya namun susah. Akhirnya Beni putuskan untuk melakukan pembukaan paksa. Ternyata terdapat sebuah laci tersembunyi yang berisi sebuah amplop besar di dalamnya.

Dengan antusias, Beni meraih dan membuka amplop itu. Ternyata eh ternyata isinya adalah surat – surat antara neneknya dan orang lain yang namanya sama dengan salahsatu pejabat penting di provinsi. Berdasar tanggal, korespondensi tersebut terjadi kira – kira dua tahun setelah pernikahan nenek.

Bagi Beni, neneknya adalah ningrat sejati generasi terakhir di keluarganya. Sikapnya yang dingin, melebihi dinginnya es, menghasilkan anggota keluarga yang tak dekat dengannya. Bahkan mamanya pun terkesan seolah takut. Namun meski begitu, Beni mengacungi jempol atas prestasi neneknya di bidang perhiasan yang telah mengasilkan satu perusaahan yang memiliki banyak anak perusahaan.

Tak ada kesan ramah yang Beni rasakan, saat berada di dekat neneknya. Namun kini, Beni merasa mendapat berkah saat mendapati surat cinta dan bahkan foto neneknya dalam pose yang, pada zamannya, bisa disebut seksi dan menggoda.

Jantung Beni berdetak lebih kencang, seperti genderang mau perang mendapat rezeki ini. Apa yang harus Beni lakukan? Apakah Beni harus memberitahu mamanya dulu?"

Beni baca dan nikmat foto hitam putih yang ada di tangannya. Tanpa terasa, kontol Beni mulai bangun. Kini Beni mulai membayangkan neneknya, yang masih berusia lima puluh lima tahun. Dengan rambut yang hampir setengahnya beruban dan tubuh gemuk agak berisi, neneknya termasuk orang yang tak mau mendapat pertolongan orang lain. Meski rumahnya lebih besar daripada rumah Beni, namun hingga kini tak memiliki satu orang pembantu pun.

Beni bingung memikirkan langkah selanjutnya. Andai Beni pamit akan mengunjungi nenek, tentu mamanya bakalan curiga.

***

Rezeki rupanya belum kemana – mana. Esoknya Munah menyuruh anaknya untuk pergi ke rumah neneknya membantu beres – beres. Tentu Beni girang tertahankan, namun Beni coba menyembunyikan perasaannya.

"Apa gak ada orang lain lagi mah? Mama kayak gak tahu nenek gimana aja."
"Iya mama tahu. Tapi kan baru kemarin kita dikasih meja. Lagian, daripada kamu gak ada kerjaan."
""Iya deh mah Beni pergi."

Sebelum pergi ke rumah nenek, Beni berbelanja beberapa hal. Saat Beni tiba di rumah nenek, Beni langsung mengetuk pintunya.

"Oh, kamu Ben. Masuk aja langsung. Nih pindahin barang yang ada di ruang ini ke kamar yang di sana?"
"Sendiri nek?"
"Iya. Apa kamu mau nenek membantu? Buat apa panggil kamu kalau nenek bisa?"

***

Dua jam kemudian pekerjaan Beni selesai lantas Beni menemui neneknya.

"Beres nek."
"Terimakasih."
"Apa gak ada minuman nek?"
"Kamu mau minum?"

Nenek lantas bangkit dan ke dapur mengambil minuman. Sementara itu Beni duduk di sofa. Saat nenek kembali sambil membawa minuman, Beni meraihnya.

"Beni senang kita akhirnya ada waktu untuk ngobrol nek."
"Gitu? Emang ada yang perlu kita obrolin?"
"Tentu ada. Misalnya tentang hubungan antara nenek dengan Pak Jono, yang pejabat itu, dan seberapa banyak yang kakek tahu."
"Dasar anak jahanam. Lancang benar mulutmu itu. Keluar kau sekarang juga!"
"Baiklah, tapi sebelu pergi, barangkali nenek tertarik akan surat dan foto ini."

Beni lantas melemparkan kopian surat dan foto yang dia temukan ke depan neneknya. Neneknya mengambil dan memperlajarinya.

"Darimana kamu mendapatkan ini?"
"Mungkin nenek lupa. Tapi ada di amplop di dalam meja yang nenek kasih kemarin."
"Gak mungkin. Telah kubakar semuanya bertahun – tahun lalu. Jangan – jangan kakek menemukannya dan menyimpannya. Baiklah, berapa yang kamu mau?"
"Kira – kira, menurut nenek, berapakah harga yang pantas?"
"Sepuluh juta sudah cukup banyak buat kamu."

Beni tertawa mendengar kata – kata neneknya.

"Hahahaha.... Biar nenek tawakan berkali – kali pun Beni tak tertarik. Bahkan, Beni tak tertarik sama uang nenek."
"Terus, apa yang kau mau?"
"Beni ingin apa yang pak Jono dapatkan. Tubuh nenek. Kapan saja, di mana saja dan dengan cara apa pun."
"Apa katamu?"
"Sudah nenek dengar apa kata Beni."
"Kamu memang gila. Nenek takkan pernah melakukan keinginanmu. Sekarang pergi dari sini sebelum nenek panggil polisi!"
"Rupanya nenek tak memahami situasi yang nenek alami. Surat – surat yang Beni miliki bisa sangat berharga apabila diperlihatkan pada orang – orang tertentu. Pada istri dan atau keluarga pak Jono misalnya. Atau pada orang – orang yang nenek kenal. Apa nenek siap disebut wanita penggoda suami orang? Apa nenek siap dengan segala resikonya?"
"Kau takkan berani melakukan itu!"
"Jadi nenek menantang Beni? Beni selalu ingin punya peliharaan yang penurut. Sekarang buka pakaian nenek!"
"Jangan Ben. Hentikan. Apa yang kamu minta ini sungguh – sungguh terlarang, tak bermoral. Juga dosa."
"Beni tak peduli soal moral. Moralitas tak pernah ada, yang ada hanyalah semangat juang."
"Dasar anak setan. Lakukan saja apa yang kamu mau, nenek tak peduli."
"Baiklah. Beni akan mampir dulu ke kantor pos, terus Beni kirim kopian surat – surat ini ke beberapa orang. Sekalian ke koran lokal dan interlokal. Beni sebarkan juga di internet. Baiklah nek, Beni pamit."
"Tunggu. Kamu gak boleh melakukan itu!"
"Boleh atau tidak, akan tetap Beni lakukan. Tapi kalau nenek memang ingin Beni tidak melakukannya, lakukanlah apa kata Beni. Lepas busana nenek!"
"Dasar anak haram jadah!"

Karena tak sabar, Beni bangkit dan menarik lengan neneknya. Beni tarik terus hingga Beni duduk lagi. Otomatis kini neneknya seperti berbaring di pangkuan Beni. Tangan Beni terus memengang lengan neneknya agar tak lepas, sedang tangannya yang lain Beni gunakan untuk menampar pantat neneknya terus menerus.

Nenek terus berontak hingga akhirnya berhenti. Kini nenek hanya terisak di pangkuan Beni. Menyadari tak ada lagi pemberontakan, Beni mendorong neneknya hingga terjatuh ke lantai.

"Bagaimana mungkin kamu memukul seorang perempuan. Nenekmu sendiri? Binatang macam apa kamu?"
"Beni adalah binatang turunan nenek. Sekarang, buka pakaian nenek. Atau Beni gunting."

Nenek menyadari keseriusan pada tatapan dan tindak tanduk cucunya itu. Akhirnya nenek putuskan untuk melepas kancing bajunya satu persatu lantas melepas bajunya. Terpampanglah susu nenek yang berbalut cd bermotif bunga.

"Bagus nek. Sekarang roknya!"

Nenek lantas melepas rok. Setelah itu nenek memposisikan kaki sedemikian rupa agar tak terlalu terbuka.

"Jangan pernah pake cd yang kayak gitu lagi. Nanti mungkin lebih – baik gak usah pake cd dan bh lagi."
"Nanti? Apa maksudmu? Tak ada lagi nanti! Setelah nenek selesai dipermalukan, nenek tak ingin melihat dan bahkan mendengar tentangmu lagi!"
"Mungkin otak nenek belum begitu jelas. Mulai sekarang nenek akan jadi peliharaan Beni yang selalu siap kapan saja dan di mana saja. Panggil Beni dengan sebutan Tuan! Kalau nenek siap dipermalukan oleh orang – orang yang nenek kenal dan keluarga pak jono, tinggal nenek bilang saja, nanti Beni sebarkan ini. Tapi kalau nenek tak mau dipermalukan di depan umum, terima saja jadi peliharaan Beni."
"Jangan. Pasti ada cara lain."
"Tak ada cara lain. Yang pasti, Beni takkan pernah melukai, membuat cacat dan atau bahkan meninggal. Catat!"
"Sepertinya nenek tak punya pilihan."
"Tentu nenek punya. Dan kalau nenek memilih apa yang seperti aku pikirkan, maka lepaskanlah bh nenek!"

Nenek melihat Beni dengan tatapan benci. Lantas Beni mulai memikirkan cara agar neneknya takluk sepenuhnya. Saat nenek akhirnya melepas cd, terlihatlah susunya yang sudah mulai kendor, namun dengan puting panjang yang tegak menantang. Aneh, pikir Beni. Karena suasana di rumah neneknya tidaklah dingin.

"Susu seindah ini, sayang kalau didiamkan," kata Beni sambil mendekati sang nenek, lantas mulai memainkan susu dengan tangannya. Tak lupa putingnya ditarik dan dipelintir dengan agak keras. Nenek mulai berteriak menahan sakit, namun teriakannya malah membuat Beni makin terangsang.

"Udah! Sakit!"

Tangan nenek mencoba menghentikan tangan Beni dari memelintir putingnya, namun tidak berhasil. Kini tangan Beni lepas, namun diganti dengan mulutnya. Dengan rakus Beni menjilati dan menyusu neneknya. Puas menyusu, susu neneknya ditampar oleh Beni.

"Sekarang lepas cdnya. Atau mau Beni gunting?"

Pasrah akan keadaannya membuat nenek melepas cdnya. Terlihatlah belahan memek nenek yang menutup dihiasi jembutnya yang kebanyakan beruban. Beni menyentuh memek nenek, rupanya kering.

"Ke kamar nenek yuk."
"Tidak. Nenek tak sudi ke kamar nenek."
"Baiklah kalau gitu."

Beni lantas melepas ikat pinggangnya dan menggunakannya untuk memecut pantat neneknya hingga merah dan membuat neneknya berteriak. Rupanya perlakuan Beni efektif hingga membuat neneknya melangkah ke kamarnya.

Beni lantas duduk di pinggir kasurnya.

"Sekarang merangkak kesini, buka celana Beni terus isep dan jilat kontol Beni!"
"Nenek gak pernah dan gak akan melakukan itu, dasar jahanam. Kalau kamu paksa, akan nenek gigit!"
"Dasar pelacur, mesti dihajar dulu biar nurut."

Beni lantas mendekati dan menarik tangan nenek. Tentu nenek berontak lagi namun kalah tenaga. Kembali, nenek seperti berbaring di pangkuan cucunya itu. Beni kembali menampar pantatnya, dengan pelbagai tempo dan variasi kekuatan. Nenek mencoba berontak, namun gagal. Malah tamparan cucunya terasa makin mengeras. Kini, nenek tak lagi berontak namun berganti dengan isakan. Isakan nenek tak membuat Beni langsung menghentikan tamparannya.

Pantat nenek kini terlihat merah. Saat Beni menyentuhnya, terasa hangat. Beni balikan tubuh nenek hingga berhadapan, memek nenek dielus dan diraba, ternyata basah.

"Wah... wah... ternayata ada yang terangsang nih."
"Tidak, itu bukan keinginan nenek."
"Nah, ini buktinya? Udah gak usah munafik! Dasar pelacur. Kalau gak mau ditampar lagi, nenek tahu apa yang mesti dilakukan!"
"Tolonglah Ben, berbelaskasihlah. Nenek belum pernah ngelakuin itu sebelumnya!"
"Bagus dong kalau gitu. Biar Beni jadi yang pertama!"

Sambil menangis pasrah, nenek melepas celana jins cucunya, lantas melepas celana pendeknya hingga nampaklah kontol cucunya yang berdiri hormat pada orang tua.

"Punyamu terlalu besar, gakkan muat di mulut nenek."
"Bukan 'punyamu,' namanya kontol. Dan nenek bakal memujanya. Mulai dengan lidah, jilati semuanya!"

Nenek mulai menjilati kontol Beni. Beni terkejut karena jilatannya begitu lembut hingga membuat Beni mengerang nikmat.

"Jilat juga pelirnya."

Jilatan dari nenek membuat Beni tak tahan lagi.

"Udah, masukan ke mulut. Minum semua pejunya! Awas, jangan ada yang tumpah! Pokoknya kena gigi uang kembali."

Helm kontol Beni kini tertanam di mulut nenek dan nenek memainkan lidah di lubang kontolnya.

"Nah gitu. Ternyata nenek cepet belajar. Memang bener – bener pelacur sih. Awas, jangan sampai ada yang tumpah."

"Jangan ..."

Kata – kata nenek terpotong karena kepalanya ditekan oleh Beni hingga Beni pun memuncratkan peju di mulut nenek. Keduanya bersuara. Beni mengerang kenikmatan. Sedang nenek mengerang mencoba berontak. Ternyata nenek menelannya, meski tidak semua. Setelah tangan Beni lepas dari rambutnya, nenek terbatuk – batuk lantas muntah membuat peju yang di mulutnya berceceran ke lantai.

"Sayang tuh peju. Kayaknya nenek memang mesti banyak latihan, biar bisa nelen semuanya. Sekarang bersihin kontol Beni pake mulut dan atau lidah nenek. Abis itu nenek boleh ke kamar mandi."

Kali ini nenek menurut tanpa perlawanan. Setelah selesai, nenek pun beranjak ke kamar mandi. Saat kembali, wajahnya terlihat bersih, namun tetap memancarkan kebencian.

"Sekarang nenek duduk di kasur, lebarkan kaki terus mainin memek nenek hingga nenek keluar!"

Nenek tampak akan bersuara, namun sebelum suaranya keluar, aku kembali berkata.

"Cepet nurut! Kalau tidak tamparan berikut bakal lebih keras lagi."

Dengan suara yang agak tinggi dan tatapan yang mengancam, akhirnya nenek menuruti kata – kata Beni. Nenek duduk di kasur, mengangkangkan kaki lantas membasahi telunjuknya. Telunjuk itu lantas digerakan di memeknya, dengan raut wajah datar dan seolah kosong.

"Pinter. Percepat temponya. O ya, jangan keluar sebelum Beni izinkan. Juga buka matanya dan tatap Beni! Paham?"

Nenek diam tak merespon.

"Paham gak pelacur tuaku!"

Kali ini nenek menganggukkan kepala, lantas melakukan apa yang Beni suruh. Bahkan kini dengan dua jari. Mungkin nafsunya sudah bertambah karena dua jari tersebut kini mulai keluar masuk di memeknya serta diiringi memainkan itil. Mulut nenek kini mengerang. Tubuhnya mulai bergerak tak beraturan.

Kesempatan ini tak Beni sia – siakan. Beni foto nenek dengan ponsel. Namun sepertinya nenek tak mempedulikannya. Erangan Nenek makin keras.

"Awas, jangan keluar tanpa izin Beni kalau gak mau ditampar lagi."

Tubuh nenek makin beringas menahan orgasme yang coba ditahannya. Susunya bergerak liar.

"Oh tuan, nenek mau keluar. Nenek mohon!"
"Nenek jangan melawan, tubuh nenek milik Beni. Nenek pelacur milik Beni. Nenek lakukan apa yang Beni mau, bukan apa yang nenek mau."

Erangan nenek kini mirip erangan anjing.

"Nenek mohon tuan. Biar nanti nenek lakuin apa saja, asalkan nenek dibiarkan keluar.... oh... oh...."

Beni merasa bisa – bisa jadi gawat kalau orgasme nenek ditahan terus.

"Baiklah, nenek boleh keluar pada hitungan ketiga.
"Satu..."

Suara nenek makin kencang.

"Dua..."

Tubuh nenek kini berbaring.

"Tiga...."
"Aaaaaaaa......" nenek mengejang, pinggulnya terangkat di udara, "oh... tuan.... oh..."
"Puas hah? Sekarang nungging, Beni mau ngentot anjing Beni."

Layaknya robot, nenek langsung menuruti setelah kejangnya reda. Beni langsung berlutut di belakang nenek. Tangannya meraba memeknya yang ternyata basah oleh cairan mirip urin. Tanpa pemanasan, Beni langsung tusukan kontol ke memek nenek.

Nenek menjerit begitu memeknya dimasuki kontol cucunya. Bagi wanita seusianya, memeknya sangat sempit. Mungkin akibat jarang dipakai. Baru beberapa tusukan, pantat nenek kini bergerak berirama seolah menyambut kontol cucunya itu.

Melihat pergerakan pantat nenek, Beni lantas menampar pantatnya. Namun tamparan Beni tak menghentikan nenek menggerakan pinggulnya. Jepitan memek nenek makin mencengkram kontol Beni hingga akhirnya kedua insan sedarah itu pun orgasme bersamaan.

Nenek menjerit, tubuhnya kembali kejang dan dari memeknya mengeluarkan cairan seolah kencing. Nenek lantas berbaring lemas membuat kontol beni lepas namun Beni tetap berlutut.

"Bagus, nenek memang pinter. Sekarang cepet bersihin kontol Beni!"

Nenek bergerak perlahan. Nafasnya terdengar berat namun tetap menuruti perintah cucunya hingga kontol cucunya bersih bersinar.

"Nenek capek. Rasanya ingin langsung tidur."
"Oh tidak. Jangan nenek lupa kalau nenek pelacurku. Peliharaanku tidur di lantas. Beralas selimut. Ntar beni siapin semangkuk air kalau haus juga baskom kalau ingin kencing."
"Dasar gila. Jangan samakan nenek dengan binatang!"
"Jangan membantah. Nenek udah nurut sama Beni, jangan sampai Beni tampar lagi pantat nenek hingga terasa panas semalaman."

Lantas beni taruh selimut, semangkuk air dan baskom kosong di lantai dekat ranjang. Beni borgol tangan nenek hingga tak bisa kabur. Setelah itu Beni pun tidur.

***

Esoknya Beni bangun. Saat melihat ke bawah ranjang, rupanya nenek masih tidur. Dengan kaki, Beni bangunkan neneknya itu.

"Bangun, cepet. Bikinin sarapan buat tuanmu!"

Beni melepas borgol di tangan nenek. Wajah nenek datar tanpa emosi. Beni dan nenek lantas ke dapur. Di dapur, Beni putuskan duduk menunggu. Melihat cucunya lengah, nenek mengambil pisau lantas maju menerjang cucunya.

Maemunah Part - 5

Esok hari setelah memandikan mama di halaman belakang, Beni pulang sekolah dengan pertanyaan – pertanyaan di benaknya. Seperti kemarin, Munah langsung telanjang. Lehernya dipasangi kalung anjing, lantas disambungkan dengan tali kekang. Kembali Munah ditarik merangkak hingga di halaman belakang. Munah terus berkeliling berputar, lutut dan telapak tangannya tak lagi terasa lecet akibat telah mengeras hasil merangkak berhari – hari.

"Mah, biar gak ribet. Mending mama pake terus aja kalungnya. Kalau keluar rumah, baru deh dilepas dulu."
"Terserah kamu aja lah."
"Seharian tadi kencing gak mah?"
"Enggak dong. Kan kayak kemarin."
"Hehe... Ya udah, mulai sekarang kalau pingin kencing gak usah ditahan – tahan lagi aja. Langsung aja mama buka pakaian, merangkak ke sini langsung kencing di sini, biasa kayak anjing."
"Iya deh, tapi ribet dong sayang, tiap mau kencing mesti buka pakaian."
"Bener juga ya. Atau gini aja, mama gak usah di baju aja kalau di rumah. Kecuali kalau ada tamu, sebelum buka pintu mama pake pakaian dulu... Gimana mah, setuju gak?"
"Kamu tuh, tiap hari makin aneh aja pikirannya."
"Abis mau gimana lagi, siapa dulu dong mamanya."
"Hehehe..."

Benar saja, hingga saat itu, sampai Munah dan anaknya kelelahan setelah kawin di ranjang, Munah dan anaknya tidur tanpa memakai busana, hanya tertutupi selimut tebal, setebal memek Munah.

***

Beni terbangun akibat rasa geli campur nikmat yang dia rasakan. Saat membuka mata, Beni dapati mamanya sedang sibuk menjilati kontolnya.

"Terus mah... ah... enak..."

Munah makin bersemangat menyadari anaknya telah sadar. Kini, setelah dirasa kontol anaknya telah mengeras, Munah lantas menaiki tubuh anaknya dan mengawini anaknya dengan posisi sambil duduk di atas. Tak butuh waktu lama bagi kontol anaknya untuk menerobos menyesaki memeknya. Tanpa Munah komando, mulut anaknya kini sedang sibuk menyusu ke susunya, kanan kiri bergantian.

Nikmatnya persetubuhan, kesadaran akan terlarangnya hubungan, membuat Munah dan anaknya cepat menggapai orgasmenya.

"Duh, mama sih, pagi – pagi udah ngajak olahraga. Jadi laper nih."
"Kamu tuh emang tiap saat laper. Gak ngaruh mama ngajak olahraga."
"Hehehe... jadi malu ah..."
"Malu ... malu .... Udah, sana beres – beres rumah dulu!"
"Siap mah."

Setiap minggu Munah memang telah membiasakan anaknya beres – beres di rumah. Dari mulai pel lantai hingga ngurus halaman. Sementara itu, Munah masak di dapur. Meski mendapat santusan asuransi yang besar dari kematian suaminya, namun Munah tak ingin hidup lebih mewah. Munah tetep hidup sederhana seperti dahulu, hanya saja kali ini Munah masak tanpa mengenakan pakaian.

"Wah, masak apaan nih mah?"
"Semur ayam."
"Asik..."
"Asik... asik... beresin dulu pekerjaanya..."
"Udah dong mah."
"Kok cepet?"
"Liat mama jadi tambah semangat... hehehe..."
"Bisa aja kamu. Si Oni udah dikasih makan belum?"
"Oh iya mah lupa."
"Mulai pikun ya..."

Munah hanya geleng – geleng kepala melihat anaknya yang melangkah menjauh. Munah tahu, anaknya ingin merendahkan dirinya hingga serendah – rendahnya. Namun, bukannya marah, Munah malah menyukai ide gila anaknya. Ada kepuasan tersendiri yang Munah rasakan saat diperlakukan semena – mena oleh anaknya itu.

Beberapa saat kemudian, Munah terkejut melihat anaknya datang sambil membawa si Oni. Melihat wajahnya yang terkejut, anaknya hanya senyum – senyum aja.

"Disuruh kasih makan kok malah dibawa ke sini sih?"
"Hehehe... abisnya kasihan sih mah, dari kemarin si oni belum kawin."
"Si oni yang belum kawin atau kamu yang pingin nonton layar tancep?"
"Hehehe... mama tau aja. Duduk dong mah di kursi, terus buka pahanya."

Munah menurut. Begitu melihat kesempatan, si Oni langsung mendekat dan menjilalti memek Munah membuat Munah mendesah menahan nikmat. Sementara anaknya berdiri di belakang Munah, tangannya meremas dan mengelus susu Munah, sementara lidahnya menjilati telinga Munah. Dirangsang sedemikian rupa oleh anjing dan anaknya membuat Munah kejang, mengerang orgasme.

Kontol Beni sudah mengeras menuntut penyaluran, namun Beni masih bisa menahan nafsunya. Menyadari mamanya telah orgasme, lantas Beni membimbing mamanya agar nungging. Setelah itu, giliran pantatnya yang dijilati anjingnya. Tak butuh waktu lama, Beni lantas menyuruh anjingnya agar mengawini mamanya.

Tentu saja anjingnya girang mendapat perintah seperti itu. Kaki depan anjing itu langsung mendarat di punggung Munah, sementara kontol anjingnya berusaha memasuki memek Munah. Setelah beberapa percobaan, akhirnya kontol anjing itu masuk juga ke memek Munah.

Munah kembali mengerang merasakan tekanan pada punggung dan tusukan kontol di memeknya. Setelah beberapa tusukan, Munah dan anjingnya sama – sama orgasme. Namun setelah orgasme, peju anjing tersebut terus mengalir beberapa saat. Setelah itu Munah hanya bisa pasrah menunggu buluh anjingnya mengecil hingga lepas. Sambil berbaring, Munah rasakan rambutnya dielus – elus oleh anaknya.

***

Sementara mamanya masih terhubung dengan anjing, Beni membawa mangkuk tempat makanan dan tempat air si Oni dan menyimpannya di dekat meja makan. Setelah itu kedua mangkuk itu diisi makanan anjing serta air untuk minumnya.

Beni lantas menyiapkan sebuah mangkuk baso di meja makan. Mangkuk baso itu diisi nasi dan ayam. Setelah itu, ayamnya Beni ambil dan dagingnya disuir – suir hingga tumpukan nasi tersebut dipenuhi suiran daging ayam. Tentunya tanpa tulang. Setelah itu Beni tambahkan air karinya. Lantas mangkuk baso itu Beni tempatkan di sebelah mangkuk makanan si Oni, kira – kira jaraknya tiga puluh centi. Beni lantas mengambil satu mangkuk baso lagi, diisi dengan air dan ditaruh di sebelah mangkuk baso makanan.

***

Akhirnya Munah merasakan kontol anjingnya lepas juga. Saat kepalanya mendongak, Munah melihat banyak mangkuk di dekat meja makan.

"Kok makanan si Oni ditaruh di sini sih? Terus banyak bener tuh mangkuknya?"
"Iya, barusan kan mama udah ngentot sama si Oni. Nah, sekalian aja makan bareng."
"Makan bareng gimana?"
"Iya, mama makan bareng si Oni, pake cara si Oni. Gitu. Mau yah mah!"
"Kamu mau mama makan kayak anjing!"
"Iya mah."
"Gila kamu ya... Masa mama sendiri disuruh jadi anjing."
"Emang mama gak mau?"

Munah diam. Kekurang ajaran anaknya ternyata sampai sejauh ini. Namun di sisi lain, Munah juga merasa tertantang menyalurkan keinginan liarnya. Munah memejamkan mata sejenak, seolah berpikir. Lantas minum dari mangkuk baso di lantai. Beni tersenyum puas melihat mamanya menuruti keinginannya. Puas minum, Munah makan makanannya langsung dengan mulut. Karena baru kali ini, proses makannya terbilang lama, cukup memakan waktu. Meski begitu, anaknya tetap sabar menunggui.

Detik – detik berganti dengan menit dan menit pun silih berganti.

"Habis juga mama makannya."
"Iyalah. Kan sayang kalau gak diabisin."
"Gimana mah rasanya makan kayak si Oni?"
"Penasaran? Coba aja sendiri."
"Gak ah."

Beni lantas berdiri di atas kedua lututnya, di hadapan mamanya. Kontolnya kini sejajar dengan mulut mamanya yang masih tetap merangkak.

"Nih mah tambahan protein biar makin sehat."
"Mana?"
"Ya mama isep dong. Ntar juga muncul."

Bukannya menjawab, Munah malah menjulurkan lidah dan mulai menjilati kontol anaknya. Tangan anaknya yang membelai rambutnya malah membuat Munah semakin bersemangat. Tak hanya jilatan, kini Munah juga mulai menghisap kontol anaknya.

Tangan Beni mulai mencengkram rambut Munah. Lantas Beni mulai memompa pinggulnya sehingga kontolnya keluar masuk di mulut mamanya.

"Beni mau keluar mah!"

Munah makin bersemangat mendengar kata – kata anaknya. Hingga akhirnya Munah merasakan semburan peju anaknya di mulutnya. Munah berusaha agar peju anaknya dapat tertelan semua. Cengkraman tangan anaknya pada belakang kepala membuat usaha Munah menjadi mudah.

Puas orgasme, Beni membawa Munah dan Oni kembali ke kandang anjing.

"Kalau capek, mama tidur siang aja di sini. O ya, ntar malem siapin makanannya buat satu orang saja ya."
"Emang kamu mau makan di luar? Udah bosan sama masakan mama ya?"
"Bukan gitu. Pokoknya ntar Beni jelasin dah. Mulai sekarang, tiap mama masak, buat satu orang saja. Kecuali kalau kita kedatangan tamu."
"Iya deh. Lagian juga biar sekalian ngirit."

Capek setelah beraktifitas, Munah berbaring di kandang si Oni tanpa merasa jijik sekalipun. Namun Munah melihat pintunya hanya diselot oleh anaknya. Otomatis Munah bisa keluar masuk karena gak digembok.

***

Sementara itu, Beni kembali asik dengan dunianya sendiri. Entah itu main gim atau menonton film. Angin yang bertiup melalui jendela membuat Beni yang lagi asik tiba – tiba mengantuk. Akhirnya Beni putuskan untuk tidur siang.

***

Senja kala, saat lembayung muncul dengan indahnya, Munah terbangun oleh sapuan lidah Oni di wajahnya. Munah hanya tersenyum lantas keluar dari kandang, namun tetap membiarkan si Oni terkurung. Setelah diluar kandang, Munah kembali merangkak. Namun, baru beberapa rangkak, Munah mengangkat satu kaki lantas kencing. Setelah itu, Munah memasuki rumah dan langsung menyiapkan makan malam dengan porsi satu orang, sesuai permintaan anaknya. Setelah itu, Munah menyalakan tv, menonton berita yang terjadi hari ini.

***

Beni terbangun karena ingin kencing. Lantas dia ke kamar mandi dan kencing. Setelah itu, Beni putuskan untuk mandi sekalian. Selesai mandi, Beni dapati mamanya sedang melihat berita di tv.

"Lihat apaan mah?"
"Biasa, berita."
"Oh. Laper nih mah."
"Tuh, udah mama siapin makanannya."
"Oh ya?"
"Eh, tapi mama masakinnya cuma buat satu orang. Kan seperti keinginanmu."
"Iya, mah. Beni gak lupa kok."
"Terus kita kan berdua?"
"Iya, tenang aja. Lho, tali kekang mama gak dipakai?"
"Iya."
"Ya udah, kalau gak ada tali kekang, Beni tarik ini aja ya."
"Terserah kamu dah."

Beni mengelus rambut mamanya. Setelah itu, Beni memegang rambutnya dan menariknya sambil berjalan pelan. Mamanya mencoba mengikut kecepatan langkah Beni, karena apabila tertinggal tentu rambutnya akan terasa sakit.

"Kamu tuh bisa aja pikirannya."
"Hehe... Ya udah, Beni makan dulu. Mama tunggu deket mangkuk si Oni."

Munah duduk di dekat mangkuk Oni sambil melihat anaknya yang sedang makan dengan ayam yang tadi sudah dipanaskan. Namun, belum juga habis, potongan ayam itu dilempar oleh anaknya hingga masuk ke mangkuk Oni. Munah menatap anaknya dengan pandangan penuh tanya.

"Makan mah! Biar ngirit sih anjing cukup dikasih makanan sisa aja."
"Serius kamu nak?"
"Iya dong mah. Keburu dingin gak enak lho."

Karena lapar dan juga tak ingin mengecewakan anaknya, Munah memakan potongan ayam sisa tersebut. Namun karena masih menempel pada tulang, Munah mengambil daging ayam itu.

"Jangan pake tangan mah."
"Terus gimana dong?"
"Anjing kan makannya pake mulut saja."
"Udah nurut aja."

Munah menurut, namun karena belum terbiasa, masih banyak potongan daging yang menempel pada tulang.

"Nih lagi!" kata Beni sambil kembali melempar daging ayam sisa ke mangkuk Oni. Namun daging itu mengenai kepala mamanya lantas jatuh ke lantai.

Dengan sigap, Munah menggigit dan memakan daging ayam langsung dari lantai.

"Hahaha... pinter... pinter... mama mulai jadi anjing pinter... ayo makan biar kenyang!"

Setelah beberapa potong, Beni merasa cukup.

"Kenyang mah?"
"Lumayanlah. Minumnya mana? Haus nih."
"Mumpung mama nanya, Beni bawa si Oni dulu. Biar mama minum persis kayak si Oni minum."

Beni lantas melangkah keluar meninggalkan mamanya yang sedang kebingungan mendengar kata – katanya. Beberapa saat kemudian Beni datang sambil menarik kekang si Oni. Beni tahu si Oni pasti kelaparan dan kehausan. Setelah itu, Beni melepas kekang si Oni dan mengambil pakan anjing.

Dilepas oleh Beni, si Oni langsung menjilati tubuh dan atau wajah Munah. Namun, perhatian Oni kembali ke Beni yang sedang menumpahkan pakan anjing ke mangkuknya. Oni lantas makan dengan lahap. Pakan basah itu Beni tuangkan dengan agak banyak melebihi porsi biasanya. Otomatis si Oni tak menghabiskan makanannya karena kekenyangan.

"Kamu kayak baru pertamakali aja ngasih makan. Liat tuh masih banyak sisanya. Kan sayang."
"Sengaja mah."
"Sengaja gimana?"
"Itu buat mama. Biar kenyang. Anjing kan memang makanan makanan anjing."

Munah hanya bisa menggelengkan kepala mendengar jawaban anaknya.

"Ayo makan mah."

Munah akhirnya memakan makanan anjing untuk pertamakalinya. Rasanya terasa asing, namun tetap Munah paksakan. Setelah habis, Munah kembali menatap anaknya.

"Mana nih minumnya?"
"Yuk ikut mah!"

Beni membawa si Oni ke kamar mandi, diikuti mamanya. Tahu ada sumber air di kamar mandi, si Oni lantas minum dari kloset jongkok.

"Kamu mau mama minum dari situ?"
"Lha, ini ada anjing minum dari sini. Masa anjing lainnya gak mau sih. Kan sama – sama anjing?"
"Bener – bener gila kamu."
"Hehe... gak bosen mah bilang gitu? Ayo cepet minum, si Oni udah tuh."

Akhirnya Munah benar – benar mendekatkan kepala ke kloset itu. Awalnya Munah menjulurkan lidah, namun akhirnya Munah seruput juga hingga dahaganya hilang. Puas minum, Munah merasa lehernya kembali dipasangi kekang oleh anaknya. Lantas kekang itu ditarik. Kini Munah merangkak beriringan dengan si Oni menuju kandangnya.

"Masuk mah, temenin si Oni tidur di sini!"
"Kamu mau mama tidur di sini?"
"Iya?"
"Telanjang?"
"Enggak dong mah. Ntar Beni bawa sesuatu. Udah, masuk dulu aja."

Munah pun masuk setelah si Oni lebih dahulu masuk. Munah berbaring dan si Oni ikut berbaring di sampingnya. Beberapa saat kemudian datang anaknya melemparkan selimut.

"Nih, pake ini biar gak kedinginan."
"Sayang dong kalau kotor."
"Mama nih ada – ada aja. Emangnya anjing mesti pake yang bersih terus?"

Munah mengerti maksud anaknya.

"Besok bangunin Beni ya. Biar gak terlambat upacara."
"Iya. Kamu gak ikut tidur di sini sama mama?"
"Enak aja. Beni kan manusia mah, bukan anjing."

Munah hanya bisa diam melihat punggung anaknya yang berjalan menuju ke dalam rumah. Namun anehnya, direndahkan oleh anaknya malah membuat Munah terangsang. Beruntung bagi dirinya, di sebelahnya ada si Oni. Dengan sedikit komando, Munah melebarkan paha dan memeknya dijilati si Oni. Puas dijilati, Munah menyuruh si Oni berhenti, lantas nungging dan menunggu dikawini.

Tanpa menunggu waktu, si Oni langsung mengawini betinanya itu hingga selesai.

Puas kawin, Munah dan Oni pun tidur di bawah selimut yang sama.


Maemunah Part - 4

Sehabis sekolah, Beni pulang dengan riang. Sebuah ide tertanam di benaknya. Ide yang Beni yakini bakal disukai sang mama... Seperti yang Beni harapkan, setiba di rumah, mamanya sedang berbaring, dengan kaki terlentang dimana Oni sang anjing sedang sibuk menjilati memek mamanya.

“Baru pulang nak?”
“Iya mah. Lagi sibuk ya mah?”
“Gak juga, nih lagi kasih makan si Oni.”
“Tunggu mah, Beni punya ide.”
“Ide gimana?”
“Tunggu mah, Beni siapin dulu.”

Beni pun menghilang dari pandangan Munah. Sementara Munah kembali mencoba fokus kepada sensasi yang ditimbulkan lidah sang anjing. Namun ternyata kini tak bisa fokus akibat kata – kata anaknya.

Beberapa saat kemudian Munah melihat Beni datang tanpa busana. Di tangannya tergenggam tali anjing yang biasa dipakai si Oni.

“Buat apaan sih itu nak?”
“Biar seru mah. Tenang aja, aman dari bakteri kok. Karena sudah teruji secara klinis.”
“Klinis apaan, kayak iklan air aja...”

Munah lantas melihat anaknya memasang tali kekang di leher si Oni. Beni kini menarik kekang agar si Oni mengikuti. Awalnya Oni menolak, namun setelah beberapa tarikan, akhirnya mengalah juga. Baru dua langkah berjalan, Beni menghentikan langkahnya lantas menatap mamanya.

“Ikut mah, biar gak penasaran.”
“Iya deh, mama ikutin kamu.”

Munah berdiri, lantas berjalan. Namun menyadari anaknya hanya diam sambil menatapnya, Munah pun penasaran.

“Apa lagi ayo?”
“Biar makin seru, kalau mama gak keberatan, gimana kalau mama jangan jalan.”
“Maksudmu?”
“Maksud Beni, tapi mama janji dulu, dengerin Beni ngomong sampai tamat. Jangan keburu marah?”
“Iya. Ayo cepetan ngomong.”
“Biar si Oni gak terlalu kesepian, mama temenin jalannya sambil merangkak kayak si Oni. Jadi jalan kayak anjing gitu.”

Maemunah terperangah mendengar kata – kata anaknya. Tak pernah terpikir di benaknya untuk melakukan apa yang keluar dari mulut anaknya. Namun, setelah mencoba berpikir sejenak, Munah pun tersenyum.

“Kamu nih ada – ada aja. Ya udah, mama ikuti kemauan kamu.”
“Hehehe... Kan biar ada variasi mah.”

Munah pun kini berlutut di kedua tangan dan lututnya, diam di sebelah si Oni. Beni tersenyum senang melihat mamanya. Munah menatap anaknya yang tersenyum sambil melotot.

“Senang kamu yah. Dasar anak nakal.”
“Ayo maju mah. Kita ke halaman belakang.”

Munah merangkak maju. “Aw...” Munah terkejut merasakan lidah si Oni yang berusaha menjilati pantatnya dari belakang.

“Geli ya mah?”
“Pegangin dong, biar gak nakal”
“Hehe... iya mah, iya.”

Namun, baru beberapa langkah, lidah Oni kembali menyambar pantat Munah. Lantas tak terasa lagi. Begitu terus hingga sampai ke halaman belakang.

Halaman belakang Maemunah cukup luas. Sekitar satu meter dari pintu, masih terpasang ubin. Namun setelah ubin, kira – kira tiga meter lagi, hanyalah rumput hijau yang disengaja tumbuh. Di sekelilingnya dipasangi pagar besi yang tinggi. Apabila musim hujan, ubin itu jarang kena air, karena di atasnya terdapat atap yang masih menutupi dengan jarak kira – kira satu meter.

“Ke mana nih?”
“Terus mah ke dekat pagar!”
“Merangkak?”
“Iya dong mah.”

Munah terus merangkak. Lututnya yang belum terbiasa terasa agak tidak biasa menyentuh rumput yang bergoyang. Setelah mencapai pagar, kekang si Oni diikat ke pagar besi hingga pergerakan si Oni pun terbatas, hanya sepanjang tali kekang.

“Terus mau ngapain lagi nih?”
“Sini mah, diem di sebelah si Oni.”

Munah lantas diam, berlutut di sebelah si Oni. Tentu saja lidah si Oni kembali menjilati pantat Munah.

“Kalau Beni bilang maju, mama maju hingga gak bisa disentuh si Oni. Ngerti mah?”
“Iya mama ngerti.”
“Ni, entot mama!”

Oni langsung naik mencoba melakukan penetrasi ke memek Munah yang sudah siap.

“Maju mah!”

Munah pun merangkak maju mengikuti instruksi yang diberikan oleh anaknya. Otomatis tubuh Munah pun lepas dari cengkraman Oni. Oni yang sedang berusaha pun mencoba maju namun tertahan oleh tali kekang yang terikat ke pagar.

“Mundur lagi mah. Biar si Oni coba lagi ngentot mama!”
“Maksudnya apaan sih ini Nak. Aneh – aneh aja kamu.”
“Sabar mah, ntar juga mama tahu.”

Munah mundur kembali, mengikuti instruksi yang diberikan anaknya. Oni langsung menyambut dengan menaruh kedua tangan di punggung Munah, mencoba melakukan penetrasi ke memek Munah. Namun saat percobaan itu berlangsung, kembali Munah di suruh maju hingga lepas dari jangkauan anjing peliharaannya.

Kejadian itu berulang hingga empat kali berturut – turut. Percobaan kelima Munah tak disuruh maju, membuat si Oni begitu bernafsu ingin menghujamkan kontolnya ke memek manusia. Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya kontol si Oni mulai masuk.

“Ohh...”
“Kenapa mah? Enak ya?”
“Ohh... hhhh...”

Buluh anjing itu kini makin membesar, membuat Munah tak bisa bicara dengan jelas, hanya mampu meracau setelah buluh itu ikut masuk ke memeknya. Tanpa memberi ampun dan atau kesempatan untuk mengambil nafas, Oni langsung menggenjot memek Munah, dengan kecepatan luar dari pada biasa. Besarnya buluh anjing membuat memek Munah langsung sesak. Titik titik sensitif di memeknya pun langsung tersentuh, membuat Munah cepat orgasme. Tak butuh waktu lama bagi Oni untuk menyemprotkan pejunya.

“Aaaa....”

Munah menjerit lagi menikmati orgasmenya yang kedua. Oni menghentikan pompaan pinggulnya, namun kontolnya terus menyemburkan peju di memek Munah. Apalagi memek Munah terus mencengkram, seolah memeras peju dari kontol anjing peliharaannya hingga habis. Cengkraman memek membuat kontol Oni terus bergerak menekan titik sensitif membuat Munah kembali orgasme.

Setelah kontol anjing itu berhenti mengalirkan peju, Munah terbaring di rumput, dengan pantat sedikit terangkat akibat kontol anjing yang masih menempel, terkunci oleh buluh. Tubuh Munah gemetaran, wajahnya terlihat senang akibat orgasme yang berkepanjangan.

Di sisi lain, bagian kontol Beni yang kini tegang. Beni lantas duduk, memposisikan diri hingga kepala mamanya tepat berada di selangkangannya yang terbuka melebar.

“Beni juga ingin keluar mah. Jilatin dong.”

Munah hanya tersenyum menatap anaknya. Lantas mulai menjilati kontol anaknya. Tak butuh waktu lama hingga Beni memegang rambut mamanya dan memasukan kontol ke mulut mamanya. Akibat rangsangan visual yang baru saja dilihatnya, membuat Beni memuntahkan lahar panas di mulut mamanya dalam tempo yang sesingkat – singkatnya.

“Ah... telen mah. Telen!”

Munah menutup mulutnya yang masih dipenuhi kontol anaknya, dengan maksud tak membiarkan satu tetes peju anaknya keluar. Munah berusaha menelan semua peju anaknya, namun karena posisinya yang tanggung, membuat beberapa tetes peju meleleh dari sela mulutnya. Setelah tiada lagi peju keluar, Beni mengelus rambut mamanya.

Munah hanya terdiam. Oni ingin maju namun tak bisa akibat tubuh Munah yang terbaring lemah di rumput. Beberapa saat kemudian, kontol Oni akhirnya lepas dari memek Munah. Munah masih terbaring. Di pahanya mengalir peju anjing peliharaannya hingga menetes ke rumput.

“Kwakk.... Kwakk....”

Mendengar suara aneh, Munah dan anaknya lantas menggerakan kepala ingin melihat sumber suaranya. Saat keduanya menengadahkan kepala, terlihat satu titik di angkasa.

“Cepat ambil teropong ayahmu. Lihat apa itu!”

Beni bangkit bergegas ke rumah. Lantas keluar lagi ke dekat mamanya. Beni memakai teropong untuk melihat apa yang ada di angkasa.

“Apa yang kamu lihat?”
“Ada burung rajawali mah. Tapi terbangnya gak beraturan.”
“Lihat lebih teliti lagi!”
“DI tubuhnya tertancap sebuah anak panah.”
“Apa?”
“Itu burung rajawali terpanah.”
“ck... ck...”
“Kenapa mah?”
“Ternyata legenda itu benar.”
“Legenda apaan?”
“Ntar deh mama ceritain. Sekarang kita masuk dulu, bentar lagi ayahmu pulang.”

Munah lantas berdiri, namun saat akan melangkah, kakinya dipegang oleh anaknya.

“Ada apa lagi?”
“Tanggung mah, masuknya sambil merangkak lagi dong, kayak tadi.”
“Kamu nih ada – ada aja,” kata Munah, namun langsung menuruti anaknya.

Munah kembali berlutut dan merangkan kembali ke rumah. Di sebelahnya anaknya ikut kembali ke rumah, namun dengan berjalan kaki. Karena belum terbiasa, Munah merangkak dengan perlahan.

“Sekarang mau ngapain mah?”
“Ya mandi dulu dong. Nih, tubuh mama kotor gara – gara kamu.”
“Lho kok gara – gara Beni, yang kawin siapa yang disalahin siapa.”
“Kan kamu yang paksa mama ke halaman belakang segala rupa.”
“Hehe... ya udah, biar gak tanggung, merangkaknya tamatin aja sampai ke kamar mandi.”
“Iya deh iya.”

Munah pun merangkak hingga ke kamar mandi. Lantas mandi sambil nyanyi – nyanyi. Lagunya gak karuan malah kayaknya kampungan. Capek nyanyi, Munah ganti dengan siul – siul. Maksudnya biar badan gak menggigil.

Selesai mandi, Munah mendapati anaknya sedang makan mie goreng di meja makan.

“Duh yang lagi makan.”
“Iya mah, laper sih. Nunggu mama mandi lama amat. Ya udah bikin mie goreng aja dulu.”
“Iya, mama juga laper nih.”
“Nih, udah Beni bikinin sekalian.”
“Duh anak mama memang paling baik deh. Makasih sayang.”
“Iya mah. Sini mah duduk, makannya sambil ceritain dongeng yang tadi yah!”
“Iya.”

Munah lantas duduk di sebelah anaknya. Munah mulai makan mie sambil bercerita.

“Dahulu kala, saat mamamu kecil. Mama sering pergi ke ladang sama kakek mama. Buyutmu.
“Saat itu musim kemarau panjang, kami duduk berdua di selembar tikar.
“Tiba – tiba di langit ada burung rajawali yang terbangnya oleng.
“'Kek, burung apaan itu? Kok terbangnya aneh si?'
“Kakek menjawab katanya itu burung rajawali terpanah.
“Masih katanya lagi, kalau ada orang yang melihat burung rajawali terpanah, artinya orang tersebut bakal kehilangan salahsatu anggota keluarganya.
“'Kehilangan bagaimana kek?'
“Jawab kakek mama begini, salah seorang anggota keluarga yang melihat burung rajawali terpanah akan ada yang meninggal.”
“Terus, itu hasil kerjaan siapa mah?”
“Mama juga nanya gitu ke buyutmu.
“Katanya di setiap zaman, selalu ada seorang pemanah rajawali, dimana saat sang pemanah rajawali mulai berusia lanjut, dia menurunkan ilmunya kepada seorang murid. Begitu terus hingga sampai sekarang.”
“Berarti, hebat juga ya sang pemanah rajawali tersebut.”
“Iya.”
“Kira – kira, siapa yang bakal meninggal mah?”
“Gak tahu nak. Barang kali aja itu hanya mitos, biasa, dongengan orang zaman dahulu.”
“Iya mah, semoga saja begitu. Lagian, itu termasuk tak hayul.”
“Iya.”

Beberapa hari berlalu, dengan kegiatan yang sama. Awalnya Munah merangkak dengan perlahan, karena belum terbiasa dan lututnya pun lecet akibat gesekan dengan lantai dan atau rumput. Namun, setelah beberapa hari, pergerakan Munah mulai cepat akibat terbiasa. Bahkan bisa dibilang berlari. Suatu sore, setelah kegiatannya selesai, Munah makan kudapan bersama anaknya sambil menunggu suaminya pulang.

"Mah, kok mama doyan bener sih nyiksa si Oni. Emang gimana rasanya?"
"Kan kamu yang punya idenya. Mama hanya mencoba merealisasikannya.
"Awalnya mama juga gak menyadari, namun setelah si Oni ditarik beberapa kali sebelum akhirnya ngentot mama, membuat pejunya mengalir lebih banyak lagi. Juga kontol dan buhulnya serasa lebih besar.
"Dapet ide dari mana kamu?"
"Dari temen mah."
"Apa? Kamu ceritakan semua ini ke temenmu?"
"Oh, tentu tidak dong mah. Itu sama saja bunuh diri."
"Bagus deh kalau kamu mengerti."

***

Seorang anak kecil baru dibelikan sepeda oleh orang tuanya. Setelah berlatih beberapa hari, anak itu pun jadi bisa bersepeda, meski belum mahir. Awalnya dia bersepeda di lingkungannya, yang aman dari kendaraan bermotor. Namun suatu hari, dia tergelitik untuk bermain sepeda di jalanan.

***

Memikirkan anaknya yang sedang dirawat di puskesmas membuat seorang bapak tidak bisa fokus bekerja. Pekerjaannya sebagai sopir bis kota membuat dia harus berkonsentrasi penuh saat mengendarai kendaraannya. Namun apa daya, beban pikirannya membuat dia tak bisa fokus.

***

Ingat akan istrinya membuat seorang pria ingin membelikan makanan kesukaannya. Beruntung penjual makanan tersebut jaraknya hanya beberapa ratus meter dari kantornya. Saat jam makan siang, pria itu putuskan untuk berjalan kaki di trotoar menuju tempat penjual makanan. Terbayang olehnya ekspresi terkejut istrinya saat dia pulang sambil membawakan makanan kesukaannya.

***

Seorang anak begitu riang mengendarai sepedanya di jalan raya, meski hanya di sisi jalan.

***

Seorang supir terus berkomunikasi melalui pesan pendek dengan istrinya. Terus bertukar kabar mengenai kondisi anaknya terkini, yang sedang dirawat di rumah sakit.

***

Seorang pria memperhatikan seorang anak yang sedang bersepeda dengan riang, meski di sisi jalan. Namun baru beberapa detik dia memperhatikan anak itu, anak itu terjatuh dari sepedanya.

***

Tak seperti biasanya yang selalu ngebut kejar setoran, seorang sopir memutuskan untuk mengendarai busnya di sisi jalan sambil bertukar pesan dengan istrinya. Namun saat matanya memandang ke depan, di hadapannya sudah tergelak anak kecil di samping sepedanya. Otomatis tangannya membunyikan klakson beberapa kali.

Mendengar suara klakson membuat seorang pria menoleh ke belakang. Dia terkejut menyadari ada bus yang akan menabrak seorang anak kecil. Tanpa pikir panjang, pria tersebut mendekati anak kecil, meraihnya dan mendorongnya ke trotoar hingga si anak kecil tersebut terjatuh ke trotoar. Namun saat sang pria tersebut akan lari ke trotoar, ternyata laju bus tak tertahankan lagi, hingga pria itu pun tertabrak bus. Tewas di tempat.

***

Beberapa saat setelah Munah bercakap – cakap dengan anaknya, telepon rumah berbunyi, memanggil empunya rumah agar mengangkat gagangnya.

"Halo...
"Iya pak...
"Kenapa? Betul pak.
"Di mana sekarang pak?"

***

"Ada apa sih mah? Kok kayak yang panik gitu?"
"Papamu ketabrak. Kita ke rumahsakit sekarang."
"Rumahsakit mana mah?."
"Rumahsakit bersalin nak. Ya rumahsakit umum dong."


***

Ternyata apa yang Munah takutkan benar – benar terjadi. Mitos yang diceritakan oleh kakeknya benar – benar nyata. Suaminya tertabrak hingga meninggal. Hati Munah hancur mengenang itu semua. Berkeping – keping jadinya. Air matanya jatuh bercucuran, seolah tiada lagi harapan. Tiada seindah sebelumnya, dunia berseri – seri. Malam bagai siang, seterang hatinya, penuh kenikmatan bersama anaknya. Kini hancur berderai. Kesedihan berantai.

***

Beberapa minggu Munah lewati dengan dirudung kesedihan. Namun akibat penghiburan yang didapat dari anaknya, perlahan – lahan Munah pun mulai merelakan kepergian suaminya.

"Udah mah, relakan ayah pergi, apalagi yang mama tangisi?"
"Iya nak. Semogalah pengganti ayahmu dapat lebih mengerti hati mama."
"Memang berat Beni rasakan, ditinggalkan ayah sekarang. Namun harus bagaimana, semua ini harus kita jalani."
"Mama hanya bisa mendoakan, agar ayahmu selalu bahagia."
"Iya, biar Beni coba jadi pengganti ayah."
"Makasih nak."

Air mata Munah jatuh tak tertahankan mendengar ketegaran dan usaha anaknya untuk menghibur dirinya.

***

"Nih mah, kado buat mama!"
"Wah, apaan nih?"

Beni pulang lantas menyerahkan kado untuk Munah. Munah terlihat senang dan langsung mengambil kadonya.

"Boleh mama buka sekarang?"
"Iya mah. Buka aja!"

Seperti anak kecil, Munah langsung membuka kadonya. Namun saat melihat isinya, Munah tak bisa menyembunyikan kebingungannya. Di dalamnya terdapat sebuah kotak berisi kalung anjing dan tali kekangnya. Namun berwarna merah muda.

"Apa ini? Kan si Oni udah punya. Lagian yang dulu juga masih bagus."
"Hehe... Itu bukan buat si Oni mah, tapi buat mama?"
"Buat mama gimana?"
"Gini aja, mama berlutut dulu deh."

Tanpa pikir lagi, Munah langsung berlutut. Ternyata kalung anjing baru itu langsung dipasangkan anaknya ke lehernya. Lantas tali kekangnya ditarik dua kali.

"Terus gimana?"
"Jalan mah, ikuti Beni."
"Oh, kamu ada – ada aja."

Munah merangkak sambil lehernya terikat kekang yang dipegang anaknya. Beni lantas berjalan lambil menarik tali kekang. Otomatis Munah merangkak mengikuti kekang hingga ke kandang si Oni yang ada di halaman belakang. Sebuah kandang yang berbentuk seperti bui atau penjara, dengan panjang dua meter dan lebar lima meter. Tali kekang Munah diikat ke salahsatu jeruji. Beni membuka pintu kandang, memasangkan kekang hitam yang biasa dipakai si Oni ke leher si Oni, lantas menariknya keluar. Setelah itu, Beni melepas ikatan kekang di jeruji, hingga kini tangannya memegang dua kekang.

"Nah, biar mama gak sedih lagi, Beni pasangkan deh sama si Oni. Biar si Oni bisa berduaan bareng sama mama."
"Kamu tuh bener – bener gila."
"Ya udah, kalau mama gak suka tinggal lepas aja kalungnya. Gampang kok."
"Gak ah, biar mama lihat dulu seberapa jauh kamu melangkah."

Melihat pemiliknya yang kini sama – sama merangkak, bahkan sama – sama memakai kekang membuat Oni girang. Lidahnya kini sibuk menjilati pantat Munah mencari liang memeknya. Munah langsung kegelian menahan nikmat. Birahi Munah langsung naik. Tanpa menunggu lama, Munah langsung bicara.

"Oni, entot mama!"

Mendapat perintah itu membuat Oni langsung naik ke punggung Munah sementara kontolnya berusaha menerobos memek Munah. Kini Oni dibiarkan langsung ngentot, tanpa ditarik – tarik terlebih dahulu. Tekanan tangan Oni di punggung membuat kepala Munah tergeletak di rumput, sedang pantatnya masih di atas, tertahan oleh pahanya. Posisi Munah kini seperti sedang bersujud. Buluh Oni membesar, sebesar bola tenis membuat kontolnya kini tertancap aman.

Pembesaran buluh dan tusukan Oni membuat Munah mudah meraih orgasmenya lagi dan lagi. Kali ini Munah dibiarkan berdua dengan Oni. Saat Oni akhirnya menyemprotkan peju, Munah telah beberapa kali orgasme. Kontol Oni terus menyemprotkan peju membuat rahim Munah serasa penuh.

Puas ngentot, Oni berbalik sehingga posisinya saling memunggungi Munah. Hanya saja mereka berdua masih terikat oleh buluh anjing yang masih besar mengganjal. Oni seperti ingin maju, namun tertahan oleh diamnya Munah karena kecapean.

Beberapa saat kemudian, buluh itu akhirnya mengecil dan kontol Oni pun lepas. Oni langsung duduk sambil menjilati dirinya sendiri. Sedang Munah disodori kontol oleh anaknya.

"Isep dong mah, jilatin juga yah."
"Hm, kamu mau yah..."
"Iya dong mah. Abis mama seksi deh."
"Ah, gombal aja kamu."
"Iya mah, serius."
"Masa mama kotor gini kamu bilang seksi."
"Tapi mama cocok terlihat kotor kayak gini. Biar kayak betinanya si Oni."

Tangan Beni meraih rambut Munah dan mengarahkan kepalanya hingga kontolnya bisa dijilati Munah. Munah langsung melahap kontol anaknya dengan riang. Jilatan demi jilatan, hisapan demi hisapan, Munah lakukan sambil tetap berlutut.

"Ah... jilat mah... enak..."
"Mmmmhhh..."
"Mama jadi betinanya si Oni aja ya mah."
"Ssllrrppp..."
"Biar Beni jadi punya dua peliharaan."

Munah melepaskan kontol dari mulutnya.

"Masa mama sendiri kamu jadiin peliharaan sih?"
"Iya mah. Jadi Beni punya sepasang anjing. Kasihan si Oni kalau sendirian terus. Mau gak mah?"
"Iya deh sayang."
"Asik. Terusin dong mah nyepongnya!"

Tangan Beni kembali menarik rambut Munah. Munah kembali menyepong Beni hingga akhirnya Beni menyemburkan peju di mulut mamanya sendiri.

"Telen mah, bagus proteinnya buat tubuh."
"Hmmm... glp... glp..."

Munah berusaha menelan peju anaknya hingga habis, namun tetap ada beberapa tetes yang mengalir keluar dari mulutnya.

Malamnya, Munah dan anaknya kembali bersenggama di kamar anaknya, berdua saja tanpa si Oni.

"Ingat gak apa yang kamu minta tadi siang sayang?"
"Iya mah, Beni ingat. Kenapa memang?"
"Mama mau melakukan apa yang kamu minta, dengan satu syarat."
"Apaan syaratnya mah?"
"Asal kamu mesti makin rajin belajar hingga dapet rangking satu. Mama ingin kamu bisa dapet beasiswa saat kuliah nanti.
"Seandainya nilai kamu malah menurun, mama akan hentikan permainanmu ini. Ngerti kamu?"
"Ngerti dong mah. Galak bener sih."
"Mama galak kan demi masa depanmu juga sayang."
"Iya mah, makasih. Hehehe..."

Tanpa Munah sadari, Beni mulai memperhatikan perkembangan daya tahan lutut mamanya hingga mampu merangkak dengan cepat. Beni ingin mamanya bisa merangkak dengan cepat, begitu cepatnya hingga seolah tak ada lagi yang bisa lebih cepat. Namun di sisi lain, kesanggupan mamanya melakukan keinginannya dibalas oleh Beni dengan belajar lebih giat lagi. Setiap hasil ulangan hariannya selalu diserahkan Beni kepada mamanya. Apalagi kalau hasil ulangannya dapat sepuluh, mamanya selalu terlihat senang.

"Mah, mama tahu sendiri kan akhir – akhir ini Beni mulai sering dapat sepuluh."
"Iya sayang, mama bangga sama kamu. Tiada dapat mama bahasakan lagi perasaan bahagia yang mengguyur dan terserap merasuki tubuh dan jiwa mama."
"Kalau boleh, Beni pingin minta sesuatu mah."
"Minta apaan sayang? Kalau mama mampu sih mama kasih dah."
"Besok saat Beni sekolah, Beni mau mama jangan dulu kencing sampai Beni pulangnya."
"Emang mau ngapain lagi nih?"
"Ntar deh, mama juga bakal tahu sendiri. Sekalian juga jangan buang air besar mah."
"Iya deh. Mama akan mencobanya."
"Asik."

***

Esoknya, Munah benar – benar ingin menyenangkan anaknya dengan cara mengikuti keinginannya. Sedari anaknya sekolah, Munah benar – benar tidak buang air besar dan atau kecil.

"Gimana mah?" Beni langsung bertanya begitu masuk rumah sepulang dari sekolah.
"Gimana apanya sayang?"
"Iya, mama udah buang air belum?"
"Belum dong. Kan katanya jangan dulu."
"Iya mah, hehehe... Jalan – jalan nengokin si Oni yuk mah."
"Doyan bener sih nengokin si Oni..."
"Ah, kan mama juga doyan... hehehe... Lepas busana dong mah!"

Tanpa basa – basi, Munah melepas busana seperti yang diinginkan anaknya. Sementara itu anaknya mengambil kekang merah muda lantas memasangkan di lehernya. Setelah terpasang, Munah langsung berlutut di kedua lutut dan tangannya. Beni berjalan di depan sambil memegang tali kekang sementara Munah merangkak mengikuti dari belakang.

"Mah, mama senang diginiin sama Beni."
"Pada prinsipnya, kalau kamu senang, mama juga ikut senang. Apalagi yang kita lakuin bisa dibilang tanpa biaya."

Munah dan anaknya bercakap normal sambil berjalan dan merangkak, seolah apa yang mereka sedang lakukan adalah wajar tanpa pengecualian.

"Tapi tetep, syarat mama cuma satu. Prestasimu di sekolah mesti bagus. Apalagi tahun depan kamu ebtanas."
"Iya mah, ini juga menjadi penyemangat Beni agar belajar lebih rajin lagi."

Munah telah sampai di halaman belakang, namun anaknya belum juga berhenti. Masih berputar di seputaran halaman belakangnya, sementara si Oni menyalak kegirangan melihat Munah merangkak sepertinya. Pun dengan percakapan mereka, masih tetap berjalan.

"Mama tahu, mama juga ini mengimplementasikan tata cara yang ada di panduan 'cara memotivasi anak.'"
"Oh, mama baca itu juga?"
"Iya dong. Sayangnya 'cara memotivasi anak' berhenti sebelum selesai."
"Ya habis mau bagaimana lagi. Memang dari sumbernya sudah tidak ada, alias hilang."
"Sayang ya. Padahal banyak pembaca yang menantikan kelanjutannya. Ternyata benar, kita tak selalu mendapat apa yang kita inginkan."
"Betul mah, kita bisa memesan makanan, tapi kita tak bisa memesan takdir."
"Kata – katamu nak, sok puitis bener."
"Lah, siapa dulu dong mamanya..."
"Hehehe..."

***

Puas bercakap dan berputar, Beni mengarah ke kandang si Oni lantas membuka pintunya yang langsung disambut si Oni dengan antusias.

"Liat mah, siapa yang seneng kedatangan tamu."
"hehehe..."

Si Oni langsung mendekati Munah dan menjilati wajahnya. Munah hanya tertawa disambut seperti itu. Puas menjilati wajah Munah, si Oni lantas menjilati pantatnya.

"Anjing pinter, udah gak tahan ya... Gimana dong mah? Kasihan tuh si Oni."
"Ya terserah kamu aja. Kan kamu yang bawa mama ke sini."
"Ya udah, kasih aja deh mah."

Munah tak menjawab, hanya tersenyum sambil menatap anaknya. Sementara itu, Beni lantas melepas tali kekang dari kalung mamanya.

"Entot mama Ni!"

Si Oni menjawab dengan tindakan. Tangannya langsung ditempatkan di bahu Munah, sementara kontolnya berusaha menerobos memek Munah. Meski telah sering melihat, namun Beni tetap terpukau melihat usaha Oni yang akhirnya berhasil menerobos memek mamanya setelah beberapa kali gagal. Setelah kontolnya masuk, tekanan tangan Oni membuat kepala Munah tertekan ke tanah.

Kini tinggal buluh anjing yang sedang berusaha dimasukan oleh si Oni. Saat buluh itu akhirnya masuk, Munah mengerang mendapat orgasmenya yang pertama.

"Aarrrhhhhh..."

Beberapa kali Munah orgasme hingga akhirnya sang anjing memuncratkan peju di memeknya. Kontol anjing itu terus mengalirkan peju hingga beberapa saat. Beni menonton dengan antusias saat anjingnya berputar membelakangi mamanya dan menunggu buluhnya mengecil. Sementara Munah hanya bersujud lelah hingga akhirnya kontol anjing lepas dari memeknya.

Begitu lepas, si Oni langsung mendekati mangkuk airnya dan minum hingga puas, sementara Munah terbaring lemas. Peju anjing mengalir keluar dari memeknya, membasahi selangkangan dan pahanya.

"Mama pingin pipis nih."
"Bentar mah."

Beni lantas memasang kembali tali kekang ke kalung anjing mamanya lantas menarik kekang dua kali.

"Ayo mah ikut."

Munah bangkit mengikuti anaknya yang menariknya keluar kandang anjing ke atas rerumputan.

"Kencingnya di sini aja mah."
"DI sini? Maksudnya?"
"Ya kencingnya di sini, kayak si Oni."
"Kamu mau mama kencing kayak anjing?"
"Iya mah. Mau yah?"

Munah tak menjawab. Munah merasa direndahkan dan dipermalukan oleh anaknya. Namun bukannya marah, Munah malah melebarkan kedua paha lantas kencing. Air kencingnya mengalir keluar, sebagian membasahi pahanya.

"Kok gitu sih mah? Jadinya kan membasahi paha. Angkat satu dong kakinya, biar gak mengotori paha."
"Iya, ntar lagi mama bakal kayak gitu deh. Gimana sekarang, mama jadi kotor nih."
"Ya udah, ikutin Beni aja."

Beni lantas menarik mamanya hingga mendekati pagar. Tali kekang mamanya lantas diikat ke pagar. Setelah itu Beni membawa si Oni ke pagar untuk mengikatnya juga ke pagar. Si Oni lantas menjilati tubuh kotor Munah. Sementara itu, Beni memasang selang ke keran, menyalakannya dan menyemprot mamanya dan anjingnya.

"Aww.... Geli..."
"Tapi seger kan mah..."
"Seger? Dingin tahu!"
"Ya udah, ntar kalau udah bersih Beni angetin deh."

Beni terus menyemprot mama dan anjingnya hingga dirasa bersih. Setelah itu, si Oni dikembalikan ke kandang sementara mamanya dibawa ke kamarnya. Setelah itu, bagian anaknya yang mengawini Munah.

Maemunah Part - 3

Munah benar – benar mendapat apa yang dia harapkan. Saat memasuki kamar, anaknya sedang duduk di depan monitor, pakaiannya telah lepas dari tubuhnya. Punggungnya bersandar. Kepalanya lunglai. Di dada dan perutnya dihiasi oleh krim putih. Tangannya memegangi kontolnya yang kini layu.

Tangan Beni langsung mematikan monitor. Namun Munah masih bisa melihat sekilas suasana kamarnya. Jantungnya kembali berpacu lebih cepat menyadari kalau anaknya ikut menyaksikan aksinya barusan.

Beni panik. Setelah monitor mati, Beni berusaha meraih pakaiannya lantas mencoba menutupi tubuhnya sambil berteriak, "Mah!"

Munah berbalik dan melangkah kembali ke luar kamar. Munah tersipu saat mencoba mengingat apa yang ia lihat barusan. Munah memang merasa bersalah. Namun, lain dari itu Munah juga merasa bangga bahkan senang saat menyadari kontol anaknya lebih besar dan panjang dibanding kontol suaminya. Munah agak merasa buruk karena telah membuat anaknya malu, namun rasanya itu pantas karena anaknya telah berani memata – matai kamarnya.

"Maafin mama nak," teriak Mmunah dari luar kamar anaknya. Munah yakin baru Munah seorang, wanita yang melihat anaknya dalam keadaan seperti itu.

Setelah beberapa saat, Beni keluar dari kamarnya.

"Ya ampun mah!"

Munah lantas berbalik hingga berhadapan dengan anaknya. Munah melihat anaknya menatap pakaiannya dan putingnya yang tercetak jelas. Munah merasa senang diperhatikan seperti ini. Munah berpura – pura tidak menyadari tatapan anaknya.

"Maaf nak. Mestinya mama mengetuk dulu."

Beni lantas menatap lantai tersipu malu, "iya, lagian Beni juga salah gak ngunci pintu."

Munah senang anaknya telah melihat aksinya. Bahkan membuat anaknya orgasme. Munah juga tahu anaknya tahu bahwa ia sedang memakai sumbat anus.

"Gak apa – apa nak. Normal anak seusia kamu melakukan itu."

Beni merasa makin malu mendengarnya.

Munah memutuskan untuk bermain – main sedikit lagi. "Bahkan mama akan lebih khawatir kalau kamu gak melakukan itu."

"Beni ... eh ..."
"Perempuan juga melakukannya lho. Kamu tahu gak?"

Tentu Munah tahu kalau wanita juga masturbasi. Bukankah selama ia masturbasi anaknya telah merekamnya.

Beni makin gelisah.

"Jadi, jangan khawatir, oke?"
"Oke mah," suara Beni pelan.

Dengan masih merasakan nikmatnya sisa – sisa orgasme, ditambah peju anjingnya yang masih tersubat di anus, Munah mengangkat tangan lantas memeluk anaknya. Anaknya kini sudah lebih tinggi dari dirinya. Hingga wajahnya dapat Munah tekankan ke dada anaknya.

Munah makin erat memeluk anaknya saat dia rasakan tangan anaknya mulai memeluk dirinya. Munah selalu ingin dibelai setelah dikawini anjingnya. Dan inilah belaian pertamanya setelah kawin dengan anjingnya selama ini. Matanya sedikit berair saat mulutnya mulai bersuara, "mama sayang kamu nak."

"Beni juga sayang sama mama."

Munah melepas pelukannya lantas berbalik melangkah menjauh. Munah merasakan tatapan anaknya tertuju ke pantatnya. Munah tersenyum menyadari itu. Sisa hari itu Munah beraktivitas seperti biasa hingga suaminya pulang.

Begitu suaminya pulang, langsung Munah seret ke kamarnya. Tanpa basa – basi lagi, Munah langsung menyepong kontol suaminya. Munah posisikan sedemikian rupa hingga pantatnya menghadap kamera.

***

Selama beberapa minggu, Munah selalu berpakaian seksi memastikan agar mata anaknya terpuaskan. Lantas kembali berpakaian normal sesaat sebelum suaminya pulang. Munah juga selalu menyentuh dan memeluk anaknya dengan pelbagai alasan. Munah tak lagi membiarkan anjingnya mengawininya saat tiada anaknya di rumah. Munah ingin anaknya mendengarnya. Bahkan beberapa kali Munah biarkan pintu kamarnya terbuka. Beni selalu berpura – pura tak mendengar apa pun. Beni tak ingin rahasianya terbongkar hingga menyebabkan mamanya berubah.

Munah sungguh sangat menyukai keadaan rahasia di balik rahasia ini. Munah senang kehidupan seksualnya diketahui anaknya, yang tak tahu kalau Munah justru tahu tentang kamera kecilnya dan koleksi videonya yang makin banyak. Rahasia anaknya akan Munah jaga sebagai ucapan terima kasih karena anaknya bisa menyimpan rahasianya.

Munah mulai merasakan hasrat terhadap anaknya. Munah bahkan penasaran apakah anaknya memiliki perasaan yang sama. Munah mulai ingin berbagi semuanya dengan anaknya hingga menembus batas. Munah mulai lebih berani terhadap anaknya. Apalagi menyadari kalau anaknya akan berpura – pura tak tahu apa – apa. Munah tahu anaknya akan selalu bermain aman agar rahasianya tetap rahasia.

Pertamakali Munah membiarkan tubuh telanjangnya dikonsumsi langsung mata anaknya adalah saat Munah selesai mandi. Munah membalut tubuhnya dengan handuk, namun pantat dan memeknya bisa terlihat dengan jelas. Munah melangkah ke dapur di mana anaknya sedang duduk. Munah pura – pura tak tahu kalau handuknya terlalu tinggi lantas berlaku seperti biasa.

Munah mendengar anaknya hampir tersedak saaat makan. Munah pun tersenyum sendiri. Lantas Munah mendekati anaknya dan menepuk pundaknya, "makanya kalau makan hati – hati!"

"Iya mah."

Munah penasaran apakah anaknya bisa melihat memeknya. Munah pun mengelus punggungnya, "kamu gak apa – apa kan?"

"Iya mah."

"Ya udah," Munah mengambil apel dari meja. Lantas melangkah pelan, agar pantatnya dapat dilihat anaknya.

Keajaiban tingginya handuk yang dipakai mama menjadi hal biasa di rumah. Beni tak menyadari kalau tragedi handuk hanya terjadi saat ayahnya gak ada di rumah.

Akhirnya Munah mulai membiarkan pintu kamarnya terbuka saat dia masturbasi dan atau dikawini anjingnya. Munah tahu anaknya bakal setia di depan monitor menjadi pemirsa satu – satunya, tanpa menyadari keanehan betapa kamar mamanya terbuka. Munah mulai berharap anaknya berjalan memasuki kamarnya.

Detik – detik berganti dengan menit dan menit pun silih berganti. Hari – hari pun terus berganti, dua bulan pun berlalu. Munah tak tahu mengapa anaknya kuat menahan keinginan memperkosa dirinya, mamanya sendiri. Munah tiap hari menggodanya. Bahkan Munah pura – pura tertarik dengan permainan video gamenya. Munah bilang sekali – kali dia ingin mencoba memainkannya.

Sebelum anaknya bereaksi, Munah lantas duduk dipangkuannya. Saat itu Munah hanya memakai celana piyama tanpa cd, serta tanktop. Sedang anaknya hanya memakai celana basket. Munah mulai bertanya tentang permaiannya saat dia rasakan kontol anaknya mulai bangun di bawah pantatnya. Namun Munah pura – pura tak merasakannya. Munah sedikit menggeliat di pangkuan anaknya dan hampir orgasme saat kontol anaknya tepat di belahan pantatnya. Bahkan helmnya pun menyentuh memeknya. Munah lantas pura – pura ingat masakan di dapur dan melompat dari pangkuan anaknya.

Suatu saat suaminya mengundang beberapa teman ke rumah. Munah putuskan untuk berpakaian seksi. Munah berpakaian bukan untuk suaminya, namun untuk anaknya. Semua teman suaminya tak luput memandang. Namun tatapan anaknyalah yang membuat perutnya serasa diaduk. Munah senang ditatap anaknya. Munah lantas melihat anaknya disuruh suaminya mengambil sesuatu di garasi. Sebuah ide tiba – tiba muncul.

Munah tahu pencahayaan di garasi sangatlah gelap, lantas Munah menyelinap masuk dan menutup pintu di belakangnya. Munah pura – pura mencari suaminya, "Pah? Ini mama." kata Munah sambil berjalan dan mengangkat tangannya.

Tangannnya akhirnya menabrak anaknya dan Munah pura – pura ketakutan, "jangan kagetin mama dong pah!" erang Munah mesra sambil memeluk anaknya.

Sebelum anaknya menjawab, Munah tarik pakaiannya hingga merapat dan menempelkan bibir di telinga anaknya.

"Mama haus. Pingin peju papa."

Munah mendengar anaknya menjatuhkan sesuatu. Munah tersenyum dan mengelus selangkangan anaknya. Kontolnya sudah mulai bangun. "Kayaknya papa udah gak tahan yah?"

Munah lantas menurunkan sleting anaknya. Munah hampir orgasme saat tangannya menyentuh kontol anaknya, untuk kali pertama. Kontolnya benar – benar lebih dari kontol ayahnya. "Oh pah, ini untuk mama pah?"

Munah mengeluarkan kontol dan mulai membelainya. Munah tahu anaknya tak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Munah tak ingin anaknya orgasme di tangannya.

"Papa seneng liat mama pake pakaian seksi di depan temen papa gak?"

Munah mengangkat wajahnya agar lebih dekat dengan wajah anaknya. Tangannya meremas kontol anaknya saat giginya menggigit bibir anaknya. Lantas bibir bawah anaknya Munah hisap.

"Mama ingin kontol papa. Boleh yah pah? Mama kan udah jadi anak baik."

Munah merasakan kepala anaknya mengangguk tanda setuju. Lantas gigitannya berpindah ke daun telinga anaknya, "mama sayang papa."

Munah lantas berlutut dan tangannya mengelus testis anaknya. Elusan itu jadi remasan saat lidahnya mulai menjilati kontol anaknya. Munah bangga telah membuat kontol anaknya jadi keras begini. Munah tahu anaknya takkan bertahan lama. Munah juga tak ingin ketahuan. Lantas Munah mulai menyepong anaknya.

Munah memainkan lidah di lubah kontol anaknya, lantas mulai memasukan kontol anaknya ke mulutnya. Munah mencoba rileks agar kontol anaknya bisa masuk lebih dalam ke tenggorokannya. Lantas kontolnya dikeluarkan.

Munah mulai mendengar dengusan anaknya. Munah mulai meningkatkan tempo. Suara erotis keluar dari mulut Munah yang dipenuhi kontol, liur dan pelumas. Tangan Munah mulai meremas selangkangannya sendiri.

Munah merasa testisnya mulai berdenyut tanda anaknya akan segera keluar. Munah tahan helm kontol anaknya agar tetap di dalam mulut sementara lidahnya mengelus helmnya.

Semburan peju pertama anaknya terasa banyas. Bibirnya terus dirapatkan saat kontol anaknya terus menyemburkan peju. Tangan Munah tak berhenti mengelus selangkangannya. Munah orgasme bersamaan dengan semburan peju anaknya di mulutnya. Munah langsung menelan peju anaknya. Munah serasa tak percaya betapa banyak peju yang anaknya semprot di mulutnya. Namun Munah tak menelan semuanya, Munah usahakan agar tersisa peju secukupnya di mulutnya. Munah ingin memberikan kejutan.

Setelah kontol anaknya berhenti menyembur, Munah pun berdiri. Munah menarik baju anaknya agar dia menunduk. Dan dengan tangan satunya Munah mencari wajah anaknya. Mulut Munah masih penuh peju. Mulut itu pun Munah tekankan ke mulut anaknya. Munah jilat bibir anaknya hingga mulut anaknya terbuka. Munah merasakan anaknya gemetar saat lidahnya menyeruak ke mulut anaknya. Lidah Munah akhirnya menyentuh lidah anaknya membuat pejunya berpindah ke mulut anaknya. Munah menjilati dan menghisap lidah anaknya hingga mereka berbagi peju. Munah tahu mereka tak bisa lama – lama.

Munah menggigit bibir anaknya pelan – pelan saat Munah mulai menarik kepalanya ke belakang. Lantas Munah membelai wajah anaknya.

"Papa gak tahu sih mama udah haus bener. Mama bahkan sampe keluar padahal masih pake celana dalam."

Tangan Munah bergerilya mencari tangan anaknya. Setelah dapat, dia tempatkan tangan anaknya di selangkangannya. "Nih lihat apa yang udah papa lakuin!"

Munah merasakan sensasi tersendiri saat jemari anaknya bergerak – gerak. Apalagi saat anaknya mulai berani menyelipkan jemari dari samping cdnya. Munah tahu ini pertama kali anaknya menyentuh seorang wanita.

"Oh pah," erang Munah saat jempol anaknya mulai mengelus itil sementara dua jarinya berjuang memasuki memeknya.

Satu tangan Munah kini meremas lengan anaknya, sementara tangan lainnya mencoba memeluk anaknya agar tak jatuh. Munah serasa tak percaya kini anaknya memasuki tubuhnya, meski hanya jemarinya. Apalagi kini anaknya mulai aktif bertindak dan berinisiatif.

"Oh, mama bisa keluar lagi pah."

Kalimat Munah rupanya membuat anaknya makin bersemangat. Lantas kedua jemari itu mulai keluar masuk dengan tempo yang dipercepat.

Munah menggigit bibir bawahnya, nyaris teriak saat akhirnya dia orgasme. Munah menarik kepala anaknya lantas menciumnya sementara tubuhnya gemetar menahan nikmat.

"Pah, mmmhhh... kita mesti keluar pah. Biar orang gak curiga, papa dulu keluar. Ntar mama nyusul."

Tangan Munah mulai lepas dari tubuh anaknya. Munah terkejut saat tangan anaknya meraih cd dan menariknya hingga turun lantas membuat Munah mengangkat kaki hingga cdnya bisa lepas.

"Buat papa seorang yah?" kata Munah sambil kembali membelai dada anaknya. "Papah kok liar bener sih. Tapi mama suka kok."

Munah merasa tangan anaknya kini meremas susunya. Munah hampir pingsan akibat orgasme yang kembali datang. Munah hanya mampu memeluk anaknya agar tak jatuh, namun perasaan takut ketahuan kembali menyeruak.

"Udah pah. Biar mama keluar duluan deh. Ntar papa."

Munah berhasil melepas tangan anaknya dari susunya dan berlari ke pintu. Celah pintu itu memancarkan cahaya sedikit membuat arahnya dapat dijangkau. Munah lantas keluar.

Munah bergegas ke kamarnya dan menutup pintu. Munah bersandar ke pintu itu. Hatinya berdebar. Munah tak percaya apa yang telah dilakukannya. Tak hanya menyelingkuhi suaminya, dia juga melakukan hubungan sedarah, yang tentu dilarang oleh undang undang dan bahkan dilarang oleh agama.

Setelah berbulan – bulan membiarkan aksinya terlihat oleh anaknya, akhirnya Munah bisa melakukan kontak fisik dengan anaknya. Penyesalannya memudar seiring makin besarnya rasa cintanya kepada anaknya. Betapa bahagianya Munah setelah akhirnya mengambil langkah yang sangat krusial.

Munah menggigit bibir bawah sambil meremas selangkangannya. Munah bertanya – tanya efek kejadian tadi kepada anaknya. Munah berpikir mungkin anaknya bisa bertingkah normal selama ini karena belum tahu apa yang hilang. Karena belum pernah bersama wanita, apalagi melakukan apa yang barusan dilakukannya. Anaknya mengalami banyak hal baru hari ini. Munah penasaran akan jadi apa anaknya esok hari.

Beberapa hari kemudian Munah mulai melihat nafsu di mata anaknya. Namun bukannya takut, Munah malah menyukainya. Anaknya mulai lebih berani lagi menatap tubuhnya. Munah pun turut membantu anaknya dengan berpura – pura tak menyadarinya. Padahal Munah sangat menyukai setiap momen tatapan anaknya.

Anaknya bahkan tak lagi canggung saat dipeluk, meski Munah tahu anaknya ingin mengelus dan meraba tubuhnya. Munah pura – pura tak sadar saat anaknya meremas dan atau membelai dengan sedikit lama. Hati Munah makin luluh saat mengetahui perbedaan di nada suara anaknya saat dia bilang kalau Beni juga sayang mama.

Munah mulai ingin memberi anaknya pertunjukan langsung, bukan melalui mata kamera. Munah mulai membiarkan anjingnya mengawininya di mana saja di rumah saat anaknya sudah berada di rumah.

Kali pertama, Munah sedang dikawini anjingnya di dapur saat dia dengar pintu depan terbuka lantas menutup. Munah pura – pura tak mendengar suara pintu. Munah terus mengerang dan berkata kasar kepada anjingnya.

Gairah Munah makin meluap menyadari anaknya kini bisa menyaksikannya langsung, tanpa tatatapan kamera. Tangannya memainkan itilnya sementara memeknya disembur peju anjingnya. Munah mendengar suara pergerakan anaknya. Munah tahu anaknya sedang melihat. Membuat Munah orgasme lebih nikmat lagi. Punggung Munah mengejang sambil mengerang nikmat.

Beberapa menit kontol anjingnya terkunci di memeknya. Hingga akhirnya kontol anjing lepas membuat pejunya menetes keluar membasahi lantai. Tangan Munah tak henti mengelus itilnya sambil menikmati sensasi melelehnya peju anjing dari memeknya.

Saat Munah bangkit, dia dengar gemerisik yang Munah yakini adalah pakaian anaknya. Lantas Munah dengar suara anaknya berlari. Munah terkikik menyadarinya.

Munah menyadari betapa banyak akal anaknya saat dia dengar pintu depan dibuka lantas ditutup. Mungkin anaknya keluar lewat pintu belakang dan memutari rumah dan masuk lagi dengan suara pintu yang sengaja dikeraskan. Munah tahu anaknya tak ingin dia tahu kalau anaknya telah menangkap basah dirinya sedang kawin dengan anjingnya.

Munah kembali memakai celana pendeknya, yang benar – benar pendek, yang telah dipakainya sebelum mulai dikawini anjingnya. Celana itu hanya sepanjang belahan memeknya. Kini Munah mulai sering memakai celana sependek itu.

"Hai sayang," kata Munah saat melihat anaknya memasuki dapur.

Munah menghampiri lantas memeluknya. Munah benar – benar suka dipeluk setelah dia meraskaan orgasme. Di pahanya mengalir peju anjing yang bercampur dengan cairan memeknya. Munah bisa mendengar detak jantung anaknya serta tekanan jemari anaknya di punggungnya.

Munah kemudian menghentikan pelukannya. Namun tangan Munah digenggam lantas ditarik lagi hingga mereka kembali berpelukan.

"Beni sangat cinta sama mama."

Munah bisa merasakan kalau kata – kata anaknya melebihi cinta dari anak kepada ibunya.

'Anakku melihatku dikawini anjingnya hingga memeku penuh peju anjing. Namun itu tak merubah pandangannya, cintanya padaku.' batin Munah.

Munah menatap mata anaknya yang juga menatapnya. Hati Munah meleleh, "mama juga cinta sama kamu."

Beni tersipu lantas melepas pelukannya. Munah hanya berdiri dan menggigit bibir bawahnya saat melihat anaknya berbalik dan melangkah pergi ke kamarnya.

Beberapa hari kemudian Munah selalu siap sedia dikawini anjingnya di dapur sesaat sebelum anaknya memasuki rumah. Agar anaknya bisa menontonnya lantas menyelinap keluar lagi.

Hari rabu Munah sedang terlentang, kakinya dilebarkan saat dia dengar pintu depan dibuka dengan perlahan. Anjingnya sedang asik menjilati memeknya sementara tangannya mengelus itilnya. Munah makin terangsang mengetahui anaknya menonton. Orgasmenya pun semakin nikmat.

Suatu hari, Munah menunggu beberapa saat hingga anaknya secara diam – diam memasuki rumah, lantas dia mulai menyepong kontol anjingnya. Munah sedang jongkok di belakang anjingnya, sementara kontol anjingnya ditarik kebelakang diantara kedua kakinya.

Kira – kira lima menit kemudian, Munah merasakan seseorang di belakangnya. Munah melepaskan kontol anjing, "sembur mulut mama Ni."

Tangan Munah kini meraih celana dan menurunkannya hingga lutut. Mulutnya kembali menyepong kontol anjing. Pantat Munah yang tanpa sehelai benang pun Munah goyangkan.

Munah mendengar erangan pelan di belakangnya. Gila, Munah menyadari anaknya tepat di belakangnya. Munah terus beraksi seolah tak mendengar erangan anaknya. Sepertinya kontol anjing makin sensitif. Oni pun menarik kontolnya hingga lepas dari mulut Munah. Munah diam namun sambil mengelus Oni dengan maksud memberi waktu ke anaknya untuk menyelinap pergi.

Setelah beberapa saat Munah bangkit dan melihat ke belakangnya. Munah tersentak saat cairan putih terbercak di ubin. Memek Munah makin berkedut menyadari anaknya mengelus kontol di belakangnya dan bahkan peju anaknya hampir mengenai pantatnya.

Munah tak ingin peju anaknya terbuang percuma. Ia lantas berlutut dan menjilati peju anaknya langsung dari lantai. Setelah tertelan seluruhnya, Munah bergegas ke kamarnya. Munah berbaring dan mengatur posisi agar kamera tepat menghadap memeknya. Munah pun masturbasi dengan cepat. Kepalanya menekan kasur, punggungnya terangkat saat Munah orgasme.

Setelah tenang, Munah menjadi sadar kalau dia membutuhkan anaknya dan yakin kalau anaknya pun membutuhkannya. Munah merasa mereka hanya saling menyiksa diri dengan kerahasiaan yang terbalut kerahasiaan ini.

Sabtunya Beni pergi ke rumah pamannya dan ingin menginap di sana. Selama tiada anaknya di rumah, Munah berpikir mengenai cara untuk mewujudkan perasaan mereka berdua. Meski telah beraksi di depan mata anaknya, tentu Munah tak bisa hanya langsung saja lompat ke kasur anaknya.

Minggunya, saat suaminya sedang menonton tv, Munah masturbasi di depan kamera. Setelah masturbasi, munah tiba – tiba mendapat ide.

Sedari awal, Munah tak pernah menatap langsung ke kamera. Namun kini, dia duduk dan menatap langsung ke arah kamera. Tentu Munah tak melambai pertanda menyerah dari godaan setan. Munah tersenyum.

"Mama tahu nak. Mama sudah tahu sejak berbulan – bulan lalu.
"Mama tahu setiap kamu menatap tubuh mama.
"Mama menyadari setiap kamu memeluk mama, menyentuh mama, menghirup tubuh mama, membelai mama.
"Mama hanya pura – pura tak mengetahuinya.
"Karena mama sangat menyukai tiap momennya.
"Mama tak ingin membuatmu merasa malu.
"Mama hanya tak tahu caranya... caranya..."

Munah memalingkan kepala sejenak, lantas kembali menatap kamera.

"Sayang. Mama tahu kamulah yang ada di garasi dulu, saat kita kedatangan teman – teman papa.
"Mama mencintai kamu. Tapi mama tak bisa langsung bilang kalau mama membutuhkan kamu.
"Mama tak mau mengambil resiko merusak hubungan kita.
"Nak, mama mencintaimu. Lebih dari cinta seorang ibu kepada anaknya.
"Mama mencintaimu layaknya seorang wanita mencintai pria. Pria yang mempunyai selera.
"Mama tahu rasa cinta mama tidak sepantasnya dan dilarang agama serta undang – undang.
"Tapi mama tak peduli.
"Mama pun tahu kamu juga mencintai mama layaknya mama mencintai kamu."

Munah menyeka air mata yang mulai mengalir di pipinya.

"Di awal pernikahan mama dan papamu, mama pernah menyinggung soal keinginan mama tentang hal – hal unik soal seks. Namun papamu merespon negatif. Papamu tak menyukai hal itu, apalagi soal seks dengan anjing. Maka dari itu mama tak pernah menyinggung itu lagi dengan papamu.
"Tapi mama tak bisa menahan diri. Tak bisa menipu diri tentang diri mama apa adanya. Mama menyukai apa yang mama lakukan, dan mama ingin berbagi tentang semua hal yang mama suka kepada seseorang.
"Setelah papamu merasa jijik dengan ide mama soal keunikan seksual, mama merasa mama ditakdirkan untuk sendiri. Untuk tak pernah membicarakan dan atau berbagi soal itu lagi.
"Hingga saat..."

Munah menoleh ke pintu kamar takut suaminya datang, namun tiada yang terjadi.

"Saat pertama mama lihat film yang kamu rekam di komputermu, mama marah. Namun kemudian segala rasa bercampur di hati mama.
"Mama senang saat akhirnya ada yang tahu rahasia kelam mama. Meski tahu rahasia mama, namun tetap menyayangi mama.
"Melihat jumlah video yang ada, mama pun tahu betapa orang itu pun menyukainya.
"Nak, mama tak pernah seterbuka ini kepada orang lain kecuali kepada dirimu.
"Bagaimana bisa kita pecaya seratus persen kepada seseorang, di sisi lain orang itu merasa jijik terhadap kita apa adanya.
"Mama memang mencintai papamu. Tapi kami tak pernah berbagi hal sedalam ini.
"Kamu paham gak. Mama juga telah menyimpan rahasiamu selama ini. Mama tahu kamu suka hal – hal yang tak biasa soal seks.
"Mama tahu kamu suka saat kontol kamu mama sepong dan peju kamu mama telen. Saat kamu cium mama. Saat kamu remas susu mama. Saat kamu masukan jemari ke memek mama."

Munah meraih kamera dan mengarahkannya ke selangkangan dimana jemari Munah sedang mengorek memeknya.

"Bahkan mama tahu kamu sering berfantasi di sepong mama sementara mama sedang dikawini si Oni.
"Juga kamu ingin mama mengawini kamu di atas sementara susu mama bergerak bebas di atasmu.
"Kamu tahu kenapa mama bisa tahu? Karena mama juga memfantasikan itu."

Lantas Munah mencium kamera di jam itu.

"Mama mencintaimu Nak."

Puas mencurahkan isi hati, Munah lantas mandi. Sambil mandi Munah bertanya – tanya reaksi anaknya saat dia melihat rekaman tersebut. Ingin rasanya Munah menghapus videonya, namun tak terlaksana jua.

Munah sedang duduk di sofa, bermesraan dengan suaminya setelah dia menyepong kontolnya. Pintu terbuka dan Beni datang. Munah bangkit dan berlari mendekatinya. Setelah itu anaknya dipeluk munah. Namun suaminya tak beranjak dari sofa.

"Hai nak," teriak suami Munah dari sofa.

"Mama kangen sama kamu sayang," kata Munah sambil wajahnya menempel di dada anaknya. Munah merasakan kontol anaknya agak bangun. Lantas tersadar kalau anaknya belum melihat video terbarunya.

"Beni juga kangen sama mama."

Munah tak ingin melepas pelukannya, tapi Munah juga ingin agar anaknya lekas melihat videonya. Akhirnya Munah lepas pelukan anaknya dan kembali duduk di sofa. Perut Munah serasa diaduk mengetahui anaknya akan segera melihat videonya.

Malamnya Munah tak melihat anaknya. Rupanya Beni sedang mengurung diri di kamarnya menyiapkan untuk esok sekolah. Pun paginya Munah sibuk beraktivitas saat anaknya akan sekolah. Jadi Munah belum memiliki waktu ngobrol lagi dengan anaknya.

Munah merasa gundah, perutnya tak henti seperti teraduk. Sepuluh menit lagi anaknya pulang, namun rasanya lama sekali. Akhirnya Munah memilih untuk melakukan aktivitas sehari – hari. Munah memanggil Oni dan bergegas ke kamarnya.

Munah berbaring dan membiarkan anjingnya menjilati selangkangannya yang masih berbalut cd. Setelah dirasa cukup, Munah lepas celana dalamnya itu. Kini jilatan lidah Oni mencoba masuk lebih dalam. Hidungnya menyentuh itil Munah membuatnya menggeliat dengan mata tetutup. Hingga kemudian Munah merasakan kehadiran seseorang. Saat membuka mata, Munah melihat anaknya sedang berdiri di samping kasur sambil mengamatinya.

Munah tersipu malu. Nalurinya mengatakan untuk mengusir Oni, menyelimuti diri dan lari ke kamar mandi. Namun tak Munah lakukan.

"Mah," kata Beni sambil tersenyum.

Munah menggigit bibir bawahnya. Gemetar. Cemas. Meski sudah seringkali dia biarkan anaknya melihat, namun baru kali ini anaknya menyapa. Butuh sekedar dari naluri seorang ibu agar Munah tak melepaskan kepala Oni dan merapatkan kakinya.

Beni menunduk dan terlihat gelisah, "maafin Beni soal kameranya mah."

Munah masih terkejut. Oni tetap menjilati. Munah melihat saat Beni mulai mengangkat kepala dan kini melihat ke tubuhnya. Beni menatap matanya beberapa kali, seolah ingin meyakinkan kalau kehadirannya, tatapannya sungguh tak membuat mamanya marah.

"Kamu suka nonton mama sayang?"

Beni melihat selangkangan mama yang sedang dijilati Oni. Lantas menatap mamanya dan menjawab, "iya mah. Beni suka."

"Meski saat mama melakukan hal yang terlarang dengan anjing?"

Munah menyadari dengusan nafas anaknya yang mulai tak stabil dan tatapan mata anaknya yang mulai dipengaruhi nafsu.

"Apalagi itu mah."

Hati Munah berbunga – bunga akibat mendengar jawaban anaknya, "kamu suka liat lidah si Oni jilati memek mama?"
"Ya."
"Kamu juga suka lihat saat si Oni ngawini mama?"
"Iya mah. Iya."

Munah hampir orgasme oleh lidah anjing, namun Munah tak mau itu kali ini. Dia singkirkan kepala anjing hingga menjauh. Tangan Munah lantas meraih anaknya dan membuatnya berbaring di kasurnya.

"Mama sangat mencintaimu nak."
"Beni juga mencintai mama."

Munah memiringkan kepala hingga bibirnya menyentuh bibir anaknya. Beni diam saja pada awalnya. Namun akhirnya membuak mulut membuat lidah mereka saling berpagutan. Tangan Munah berusaha melepas kemeja anaknya sambil tetap berciuman.

Beni melepas ciumannya, "gimana dengan ayah?"
"Ya dia harus berbagi. Lagian, apa yang tidak dia ketahui tentu takkan menyakitinya."
"Apa mama gak mencintai papa?"
"Tentu saja mama juga mencintai papamu. Tapi mama juga mencintaimu dengan cara yang lain, yang tak pernah mama berikan kepada orang lain."

Beni tampak mulai memikirkan kata – kata mamanya. Munah tak peduli dan tetap menghisap bibir anaknya. Beberapa saat kemudian Munah rasakan pantatnya diremas anaknya. Munah lantas bangkit dan melepas busana yang terpasang di tubuh anaknya hingga telanjang. Setelah itu Munah lepas juga semua pakaiannya hingga keduanya telanjang.

Tangan Beni kini meremas susu mama sedang Munah memainkan jari di perut anaknya. Munah ingin memegang dan menyepong kontol anaknya, tapi Munah tak ingin anaknya cepat keluar.

"Kamu tau betapa indahnya kontolmu nak?"

Tangan Munah mengelus wajah anaknya, sedang pahanya dibuka lebar hingga memeknya ada di perut anaknya. Munah mencium Beni, lantas berbisik di telinganya, "kamu juga liar, seliar mama. Iya kan?"

"Iya mah."
"Kamu suka melihat mama sendiri mengtot dan nyepong anjing?"
"Iya," erang Beni.
"Terus, kini kamu ingin kontol kamu di memek mama?"
"Oh."
"Hmm?" bisik Munah. "Kamu ingin ngentot mamamu sendiri?"
"Iya mah," kata beni hampir berteriak.

Munah menggigit telinga anaknya. Lantas mencium pipinya. Lantas mencium bibirnya. Puas berciuman, Munah duduk di perut anaknya. Setelah itu lantas Munah berlutut di atas anaknya.

"Arahkan kontolmu ke tempat yang kamu mau!"

Beni memegang kontolnya dan Munah perlahan menurunkan selangkangannya. Helm kontolnya perlahan memasuki memeknya.

Sensasi persetubuhan terlarang, hangat dan kerasnya kontol anaknya, serta perasaan penuh cinta bergemuruh di hati Munah. Tubuhnya mengejang dan kepalanya seperti tertarik ke belakang saat orgasmenya datang. Lantas Munah membungkuk hingga berbaring di dada anaknya. Tangannya memegang dada anaknya, Munah puas akan sensasi orgasme yang ia rasakan. Tangannya mengelus dada anaknya sementara selangkangannya mulai Munah gerakan maju mundur.

Munah menatap anaknya sambil tersenyum. Mata anaknya tertutup, kepalanya seperti ditekan ke bantal. Sepertinya Beni sedang menahan diri agar tak orgasme cepat – cepat. Lantas Munah mendiamkan pinggulnya hingga kontolnya diam terkubur di memeknya. Tangan Munah bergerilya dari dada anaknya hingga ke rambutnya.

Beni membuka mata dan menatap mamanya, Munah merasakan orgasmenya membuat dinding memeknya serasa mencengkram kontol anaknya.

"Terasa gak nak? Ini yang terjadi kalau kamu buat wanita keluar atau orgasme. Mama langsung keluar saat kontolmu masuk memek mama. Kamu bisa rasakan cengkramannya gak nak?"

Beni menggangguk cepat.

"Normal itu. Untuk membuat kontolmu mengeluarkan peju."

Munah tersenyum, meraih tangan anaknya dan menempatakn di susunya dan meremas tangan anaknya agar tangan anaknya meremas susunya. "Mama ingin kamu semprotkan pejumu di memek mama nak." Munah menatap mata anaknya saat dia angkat pinggulnya, lantas dibenamkan lagi. Munah mulai memompa memeknya lagi. "Mama ingin pejumu. Boleh mama minta pejumu nak?"

Munah melihat anaknya seperti meringis saat merasakan semburan peju anaknya di memeknya. Beni menghempaskan kepala ke bantal dan berteriak saat orgasme. Semburan peju di memek membuat Munah kembali orgasme. Munah kembali teriak saat pinggulnya bergetar tak karuan.

Keduanya terengah – engah saat mulai tenang kembali. Tubuh Munah berbaring di atas tubuh anaknya. Denyutan kontol anaknya masih dirasakan oleh memek Munah. Telinganya merasakan detak jantung anaknya. Munah bahagia. Munah merasa kepingan dirinya yang selama ini hilang kini telah kembali membuatnya utuh.

Munah mengelus dada anaknya. Munah mengerang saat tubuhnya juga dielus oleh anaknya.

"Beni cinta sama mama."

Baru kali ini Munah merasakan kedekatan yang sangat amat dalam dengan seseorang. Hubungan terlarang ini bahkan membuat Munah merasa makin dekat lagi dengan anaknya, cintanya. Kerahasiaan ini membuat hubungan keduanya makin erat, yang mungkin takkan dimengerti oleh sebagian besar umat manusia.

Kontol anaknya akhrinya lepas dari memeknya. Digantikan dengan remasan halus tangan anaknya di susunya. Munah bangkit dan mencium bibir anaknya yang langsung dibalas.

Keduanya sedang bermesraan di ranjang saat Munah mendengar suara pintu depan terbuka. Munah hanya bisa tersenyum melihat anaknya panik, mengambil pakaian dan lari dari kamarnya. Sedang pakaian Munah diambil dan ditaruhnya di tempat cucian. Munah berusaha bertingkah senormal mungkin, meski memeknya masih merasakan kenikmatan sisa – sisa orgasme.

Beberapa hari ke depan, Munah dan anaknya mulai memakai istilah 'happy hour,' yaitu saat mereka berduaan di rumah sebelum suami Munah pulang. Saat happy hour itu, Munah sibuk kawin, baik dengan anaknya maupun dengan anjingnya.

Ajaibnya, suami Munah tak pernah menyadari apa yang terjadi. Saat dia bersenggama, di memek Munah masih terdapat sisa – sisa peju anaknya.

Namun kemudian, 'happy hour' tak lagi mereka rasakan cukup. Munah mulai merasakan keberanian anaknya muncul. Saat suaminya di rumah, terkadang sambil jalan, tangan anaknya meremas tubuh Munah. Terkadang rok Munah disingkap ke atas sementara suaminya sedang duduk minum kopi di sofa. Bahkan saat malam, anaknya menyelinap sementara suaminya tidur di sebelahnya. Terpaksa Munah menyepong anaknya di sebelah suaminya yang sedang asik bermimpi.

Kini, Munah mengganti kasur di kamar anaknya. Dari yang tadinya kasur single menjadi kasur double, atau dua kali ukuran sebelumnya. Untungnya Munah tahu, suaminya kalau sudah tidur susah dibangunkan. Maka dari itu, setiap anaknya datang, Munah langsung beranjak ke kamar anaknya untuk dikawini anaknya.

Munah tahu, kawin sama anaknya di saat suaminya ada di rumah sungguh beresiko. Tapi Munah justru menikmati sensasi penuh resiko itu. Dan juga Munah tak dapat menolak tubuh anaknya yang sangat menarik perhatiannya.